Rabu, 17 April 2013

asas keadilan dan contoh kasus Ilmu Budaya Dasar


1.  Pendahuluan
Matakuliah Ilmu Budaya Dasar merupakan matakuliah wajib bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana khususnya dan Fakultas lain pada umumnya.
Paper Ilmu Budaya Dasar merupakan salah satu Tugas atau prasyarat dalam menempuh Matakuliah Ilmu Budaya Dasar.
Sebagai tugas ketiga, kami kelompok 2 mendapat Tugas menulis Paper dengan judul Azas-azas Keadilan.
Dan paper ini akan di presentasikan di kelas dengan bimbingan Dosen Matakuliah Ilmu Budaya Dasar yaitu Ibu Siti Masito, SH, MH. Atau dipanggil Ibu Iit.
Kami telah menyusun paper ini dengan bekerjasama dan saling mengisi satu sama lain, sehingga paper ini dapat tersusun dengan baik.
Paper ini terdiri dari Pendahuluan, Bahasan Materi Kuliah Ilmu Budaya Dasar, Contoh kasus, pembahasan Studi kasus, kesimpulan, penutup.
Kami sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dosen Matakuliah Ilmu Budaya Dasar yaitu Ibu Siti Masito, SH, MH. yang telah membimbing kami, dan juga kepada teman2 kelompok 2 yang telah memberi masukan sehingga paper ini dapat tersusun dengan baik.

2. Materi Matakuliah Ilmu Budaya Dasar
    Azas-azas Keadilan

Secara teoritis, azas untuk menentukan apakah sesuatu hal itu adil atau tidak adalah:
1.         Azas persamaan, yaitu setiap orang mendapatkan bagian secara merata;
2.          Azas kebutuhan, yaitu setiap orang mendapat bagian sesuai dengan kebutuhan/keperluannya;
3.          Azas kualifikasi, yaitu keadilan yang didasarkan pada kenyataan bahwa yang bersangkutan akan dapat mengerjakan tugas yang diberikan padanya;
4.          Azas prestasi objektif, yaitu apa yang menjadi bagian seseorang didasarkan pada syarat-syarat objektif misalnya: kemampuan/keahlian seseorang;
5.          Azas subjektif, yaitu keadilan yang didasarkan pada syarat-syarat subjektif misalnya ketekunan, kerajinan, dan sebagainya.

Dalam bidang hukum beberapa azas keadilan antara lain adalah:
1.          Azas equality before the law, yaitu azas yang menyatakan adanya persamaan hak dan derajat di muka hukum bagi setiap orang;
2.          Azas equal protection on the law, yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum;
3.          Azas equal Justice under the law, yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.

Di dalam penegakkan hukum, suatu keadilan dilambangkan sebagai seorang perempuan yang memegang timbangan dan sebilah pedang dengan mata yang tertutup. Hal ini melambangkan suatu penegakkan hukum yang diharapkan dilakukan dengan seadil-adilnya dilambangkan dengan timbangan, penuh ketegasan bagi yang melanggar dilambangkan dengan sebilah pedang dan tidak pandang bulu/pilih kasih dalam penerapannya dilambangkan dengan mata yang tertutup.

3. Studi Kasus
Pepatah hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas memang bukan isapan jempol. Keadilan begitu mahal bagi mereka yang tidak punya.

Demi memperoleh keadilan, mereka yang tak mampu tak jarang melakukan berbagai cara. Berjalan kaki ribuan kilo pun pernah dilakukan seorang bapak untuk menuntut keadilan bagi anak. Namun tetap saja keadilan itu hanya sebuah mimpi yang sulit terwujud.

Mirisnya lagi, mereka yang tidak punya tersebut justru menjadi korban ketidakadilan para aparat penegak hukum. Wakil negara yang seharusnya mengayomi justru membuat petaka bagi rakyat yang papa.

Demi memperoleh keadilan segala macam cara dilakukan. Berikut empat kisah memilukan mereka yang berusaha mencari keadilan.









1. Jalan kaki dari Malang ke Mekkah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSkcIQ_lPLzKPUGHorGdyQT3BjugnG0y8GVv4bYr5j49fFkZJC1Xhdym6L2erKOLkv_Ay_LtFuhDUJjqcFmLOMoRwe2lwvXN9vzMVzGdswhHAWyNdOz8lRtg4ajPZf26ne176Ky2Hkcm4/s1600/2012-12-25_215357.jpg
Indra Azwan (53), warga Malang, Jawa Timur, rela berjalan kaki dari Malang menuju Jakarta untuk bertemu SBY. Namun keadilan tak kunjung dia dapatkan. Bahkan kini bapak empat anak ini sedang berjalan kaki menuju tanah suci Mekkah untuk mengadukan ketidakadilan yang dia alami.

Indra Azwan adalah seorang pencari keadilan atas kasus tabrak lari yang menimpa anaknya, Rifki Andika (12), pada 1993 silam. Pelakunya, Lettu Pol Joko Sumantri, hingga kini tidak diadili. Dalam insiden tabrak lari tersebut, Rifki anaknya meninggal dunia.

Benarkah keadilan akan dia dapat setelah sampai di tanah suci? Semoga saja bapak ini segera mendapatkan keadilan yang lebih dari 19 tahun itu.

 Syamsul Arifin korban salah tangkap polisi 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9H8gvH0Uxv62K061xGo_W9REQK2sMnBzhoMCVbV7KRdjf6golxN_hLzte9tvqCc-vuJ-vmnS1JwtLoW2lOLO123DJU4j7qxT004FQlSgtHGYz9Y2oAyXuBNZCK9Z5WeSEFx5fRbGnNKg/s1600/2012-12-25_215525.jpg
Syamsul Arifin (23) harus menempuh ribuan kilometer untuk mengadukan nasibnya yang mengenaskan akibat salah tangkap. Dengan sepeda motornya Syamsul mencari keadilan guna memperbaiki nama baiknya ke berbagai lembaga penegak hukum di Jakarta.

Sebelum ke Kompolnas, Syamsul mengaku telah mengunjungi Komnas Ham, Polhukam, Polda dan Propam Polri untuk mengadukan nasibnya. Meski demikian tak ada satupun lembaga tersebut yang bisa menolongnya.

Syamsul menceritakan kisah tragisnya berawal dari penangkapan tiba-tiba oleh aparat saat dirinya hendak bekerja sebagai tukang mebel. Tanpa surat penahanan, Syamsul pun digelandang ke Polsek Rungkut, Surabaya. Di sana, mukanya ditutup plastik hitam dipukul dan dipaksa mengaku mencuri TV tetangganya.

Bahkan tanda tangannya dipalsukan dalam BAP. Hasilnya, diapun ditahan selama 6 bulan. Beruntung dalam persidangan Pengadilan Tinggi Surabaya, Syamsul dinyatakan bebas pada 5 Juli 2011.

Namun nasi sudah menjadi bubur, rencana pernikahannya dengan wanita sang pujaan hati batal karena dia tangkap polisi dan dijebloskan ke penjara. Lalu kepada siapa kini Syamsul harus mengadukan nasibnya yang menjadi korban salah tangkap tersebut. Padahal nama baik dan masa depan sudah hancur.


4.  Analisis Kasus
Kasus Indra Azwan
Tidak ada yang salah dengan tindakan Indra Azwan untuk memperjuangkan keadilan atas kematian anaknya agar pelaku dihukum sehingga keadilan ditegakkan, Tidak ada pula yang salah dari SBY karena bukankah persoalan yuridis merupakan kewenangan penegak hukum yang tidak boleh diintervensi siapa pun? Akan tetapi sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol.

Kepastian hukum belum diperoleh karena masih ada upaya hukum luar biasa yang bisa dilakukan Oditur Militer. Bukankah penyidik yang menyalahgunakan kewenangannya karena terlambat melakukan penyidikan sudah diambil tindakan? Hal tersebut dapat pula dipakai sebagai bukti baru (novum) dalam mengajukan peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung RI, mengingat peristiwa kecelakaan terjadi pada 1993 sehingga anggota Polri yang terlibat tindak pidana masih tunduk kepada peradilan militer sebelum berlakunya UU No 2/2002 tentang Kepolisian RI, yang menyatakan anggota Polri diadili oleh pengadilan umum bila terlibat dalam tindak pidana. Apalagi, unsur kemanfaatan dan keadilan sampai saat ini masih jauh dari harapan.

Apa yang dialami Indra Azwan merupakan cermin bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, hal yang jamak terjadi dalam praktik hukum kita saat ini. Akhirnya, semoga upaya yang tidak mengenal lelah dari Indra Azwan membuahkan peluang untuk mendapatkan keadilan di negeri ini. Lebih dari itu, kiranya tidak ada korban ketidakadilan sejenis di kemudian hari. Penegak hukum sudah seharusnya bertindak profesional karena menunda pelayanan ialah bentuk ketidakadilan itu sendiri.

Lagi pula dalam hukum pidana tidak ada batas waktu pengajuan PK sehingga peluang memperoleh keadilan masih dimungkinkan. Akhirnya, kepada penegak hukum janganlah menyalahgunakan hukum kita, karena kepada merekalah, para pencari keadilan menaruh asa.

Kasus syamsul Arifin korban salah tangkap polisi

Penangkapan yang dilakukan oknum Polda Jatim, membuat  Syamsul dibawah ke tempat yang berada di kawasan Rungkut Industri. Syamsul dianiaya dan dipukuli hingga babak belur, hingga menutup kepalanya dengan ditutupi kantong plastik hitam (kresek hitam), Syamsul dipukuli secara membabi buta dengan kempalan tangan, tendangan dan sebuah kayupun dihempaskan dikaki tempurungnya, dengan maksud Syamsul mengakui perbuatannya. Perihal aniaya itu sangat menyiksa dan membuat cacat permanen bagi Syamsul (Korban Salah Tangkap-red), tetapi Syamsul bersikukuh untuk tidak mengakui tindakan pencurian yang dituduhkannya.

Akhirnya Syamsul pun ditetapkan sebagai tersangka di Polda Jatim tertanggal 8 Februari 2011 dengan dijerat Pasal 363 KUHP, di Rutan Polda Jatim selama 53 Hari dan sisanya di Rutan Medaeng Surabaya, jadi total Syamsul Arifin ditahan selama 6 bulan dan dirinya  menyandang gelar napi sampai diturunkannya berita ini. Ditambah dari pengakuan Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Hilman Tayib bahwasanya keterangannya saat diwawanccaraai oleh salah satu Tv Swasta di Jakarta. Bahwasanya Syamsul Arifin adalah pembohong dan residivis. Namun Putusan  Pengadilan Surabaya diterimanya pada tanggal 4 Juli 2011.

Vonis bebas dari pengadilan Negeri Surabaya Kamis (5/6/2011) lalu, dengan No Putusan : 1214/Pid.B/2011/PN.Sby. Tanggal 04 Juli 2011 tentang menyatakan bebas bersyarat. Bahkan Syamsul Arifinpun memiliki bukti surat putusan ditingkat kasasi (Mahkama Agung),  dengan bukti putusan Makamah Agung 1 Februari 2012 no. 2152 K/Pid. 2011-2012 yang amarnya berbunyi sbb : Mengadili, menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari pemohon kasasi : Jaksa / Penuntut umum pada kejaksaan Negeri Tanjung Perak tersebut.




5. Kesimpulan
    Keterkaitan Studi kasus dengan materi Azas Keadilan
Melihat kasus-kasus diatas ada beberapa simpulan dapat dikemukakan sebagai berikut;
Dalam menegakkan hukum dan keadilan sudah seyogianya hal-hal berikut ini menjadi pemandu aparatur yang terlibat dalam penegakan hukum terutama hakim sebagai ujung tombak pendistribusi keadilan kepada masyarakat. Pertama, berani mencari jalan baru (rule breaking) dan tidak membiarkan diri terkekang cara menjalankan hukum yang “lama dan tradisional” yang jelas-jelas lebih banyak melukai rasa keadilan; Kedua, dalam kapasitas masing-masing penegak hukum (apakah sebagai hakim, jaksa, birokrat, advokat, pendidik, dan lain-lain) didorong untuk selalu bertanya kepada nurani tentang makna hukum lebih dalam. Apa makna peraturan, prosedur, asas, doktrin, dan lainnya itu? Ketiga, hukum hendaknya dijalankan tidak menurut prinsip logika saja, tetapi dengan perasaan kepedulian dan semangat keterlibatan (compassion) kepada bangsa kita yang sedang menderita.

Perasaan kepedulian dan semangat keterlibatan dalam proses penegakan hukum dan keadilan terutama harus dimiliki oleh seorang hakim, karena  abatan hakim adalah jabatan terhormat, sehingga hakim merupakan anggota masyarakat yang terkemuka dan terhormat. Melekat pada predikatnya sebagai insan yang terhormat, suatu keniscayaan bagi seorang hakim untuk memayungi dirinya dengan “etika spiritual dan moral” dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil Tuhan di dunia dalam memberikan keadilan. Etika spiritual dan moral ini tercitrakan  ada jiwa, semangat, dan nilai ‘mission sacre’ kemanusiaan. Suatu keterpanggilan dan pertanggungjawaban suci dari umat manusia dalam menegakkan keadilan dan hukum (law enforcement), toleran, sehingga dapat menerima dan memberi di dalam perbedaan budaya (multicultural), serta mendasarkan diri pada kehidupan beragama.

Apabila hakim tidak lagi menggunakan etika spiritual dan moral sebagai sandaran vertikal sekaligus horizontal dalam pelaksanaan tugasnya, tidak heran jika krisis telah melanda lembaga pengadilan. Akibat dari krisis yang cukup serius yang dialami lembaga pengadilan, konsekuensi ikutan yang tidak kalah seriusnya adalah surutnya kepercayaan dan hilangnya kewibawaan pengadilan di mata masyarakat. Bahkan pengadilan di Indonesia telah sangat diragukan independensinya dalam memeriksa dan memutus suatu kasus. Persepsi masyarakat pencari keadilan telah nyata bahwa pengadilan di Indonesia “tidak lagi sebagai tempat mencari keadilan, melainkan sebagai tempat untuk mencari kemenangan dengan segala cara, dan sebagai tempat jual beli putusan.”


 Saran
Selain kesimpulan, kami juga ingin menyampaikan beberapa rekomendasi saran demi kesempurnaan makalah  ini, antara lain :
1.    Lebih di tingkatkan kembali ibadah kepada Allah SWT, agar kita diberi lindungan dalam melakukan sesuatu.
2.    Menjadikan Peraturan yang berlaku di Indonesia sebagai tolak ukur kita dalam melakukan suatu perbuatan yang berkenaan dengan hukum.
3.    Meningkatkan keadilan terhadap masyarakat tanpa memandang statusnya.
4.    Selalu menjunjung keadilan dalam menegakkan hukum di Indonesia,

6. Penutup
Demikian paper kelompok 2 kami persembahkan, apabila ada hal yang perlu didiskusikan mohon bimbingan Ibu dosen yang kami hormati.
Terima kasih…..

 
MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR
TUGAS 3
AZAS KEADILAN

UNKRIS BARU.bmp.jpg

Kelompok 2

Nama :       1. Tri Cahyo Wibowo            (1233 001 190)
                  2. Puput Santika                  (1233.001 189)
                  3. Heri S Umbara                (1233 001 185)
                  4. Hilman Anggriawan          (1233 001 194)
                  5. Andro Setiawan               (1233 001 200)
                  6.  Tomson Pargaulan S        (1233 001 191)
                  7. Ita Novita Arianti             (1233 001 186)
                  8.  Ulfa Siska D                    (1233 001 187)
                  9.  Dwi Rahayu W                (1233 001 195)
                  10. Dwi Apriliannisa R           (1233 001 183)

KELAS 202
20 APRIL 2013

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JL. RAYA JATIWARINGIN PODOK GEDE JAKARTA

1 komentar:

  1. mas punya putusan nya syamsul arifin korban salah tangkap gak.soalnya aku nyari di web ma dengan no putusan yang pean tulis itu gak ada .makasih

    BalasHapus