Rabu, 19 Februari 2014

NILAI DAN NORMA SOSIAL

Sos Kelompok III
Pendahuluan
Di dalam setiap kehidupan sosial pasti terdapat aturan-aturan pokok untuk mengatur perilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan sosial tersebut. Aturan-aturan tersebut segala perbuatan yang dilarang, diperbolehkan, atau diperintahkan. Seperangkat aturan tersebut biasanya didasarkan pada sesuatu yang dianggap baik, layak, patut, pantas bagi kehidupan masyarakat setempat. Sesuatu yang dianggap patut, baik, layak, pantas juga tidak sepenuhnya memiliki kesamaan antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya. Artinya di dalam setiap kelompok memiliki kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda yang berlaku di dalam setiap kelompok sosial, sehingga perilaku yang dianggap boleh dilakukan di suntu masyarakat tertentu belum tentu berlaku di masyarakat lainnya.
Dengan demikian, di dalam setiap kehidupan sosial memiliki pandangan tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas, dan biasanya dijadikan sebagai pedoman bagi tata kelakuan masyarakat rsebut. Pedoman tata kelakuan dari pandangan hidup masyarakat tersebut biasanya dimulai dari pandangan unit kesatuan sosial terkecil, yaitu keluarga, kelompok, masyarakat, suku bangsa, hingga bangsa sampai pada masyarakat internasional. Akan tetapi, walaupun telah ada seperangkat pedoman tata ketakuan di dalam setiap kelompok masyarakat, kenyataannya tidak semua anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan tatanan tersebut. Artinya entah dalam jumlah kecil atau besar pasti terdapat sekelompok anggota masyarakat yang berperilaku tidak sejalan dengan tata kelakuan tersebut. Dua kenyatan (double reality) antara pihak yang berpedoman pada tata kelakuan dan pihak yang tidak patuh dengan seperangkat tata kelakuan tersebut pasti ada.


Di dalam masyarakat manusia selalu ada, dan selalu dimungkinkan, adanya double reality. Artinya di satu pihak ada sistem yang tersusun atas segala apa yang senyatanya di dalam kenyataan ada, dan di pihak lain ada sistem normatif, yaitu sistem di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya. Sistem fakta dan sistem normatif tersebut sesungguhnya bukan dua realitas yang identik. Akan tetapi, walaupun tidak identik, kedua realitas itu pun sama sekali tidak saling berpisahan. Terdapat pertalian saling memengaruhi antara  keduanya. Sistem fakta berfungsi sebagai determinan sistem artinya, apa yang dibayangkan dalam mental sebagai keharusan itu sesungguhnya adalah selalu sesuatu yang dalam kenyataan merupakan sesuatu yang betul-betul ada, dan/atau yang mungkin ada. Norma atau keharusan selalu dipertimbangkan dalam kenyataan dan mempertimbangkan pula segala kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalam situasi fakta. Orang tidak akan mungkin diwajibkan melakukan tindakan yang tidak akan dikerjakan oleh orang pada umumnya.
 Pada mulanya, rnanusia merupakan sistem yang senyatanya ada, artinya manusia adalah kumpulan makhluk yang unik, yang di dalam kehidupannya terdapat seperangkat pola hubungan tertata yang tidak disamai oleh makhluk lain. Manusia itu ada, tingkah laku manusia itu ada. Manusia ada dengan seperangkat tingkah laku yang dipengaruhi oleh dorongan naluri yang bebas. Akan tetapi, dorongan naluri yang bebas tersebut tidak sepenuhnya dipenuhi sebagai batas-batas hubungan antar manusia dalam mencegah benturan-benturan antar manusia, sebab selain kehendak bebas tersebut, manusia juga memiliki dorongan untuk hidup tenang, tertib, nyaman, aman, dan sebagainya. Dorongan naturi manusia inilah yang akhirnya memunculkan apa yang senyatanya ada, yaitu perilaku manusia yang hidup di dalam kelompok. Apa yang senyatanya ada merupakan perbuatan manusia secara riil,lepas apaka.h tindakan itu baik atau buruk, bermoral atau asusila. Akan tetapi, dorongan hati manusia yang menginginkan hidup tertib, nyaman, dan rasa naluri kemanusiaan memunculkan perasaan dirinya sebagai makhluk yang tidak bisa memenuhi kebutuhan melalui kemampuan,dirinya sendiri.

Pengertian Nilai Sosial dan Norma Sosial
A.    Nilai Sosial (Social Value)
·         Konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati, dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam masyarakat, mulai dari unit keastuan sosial terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat internasional.
·         Penjabaran Nilai dalam konsep mikro adalah bentuk kehidupan yang bahagia, tentram, damai, sejahtera, makmur dan sebagainya
·         Penjabaran Nilasi dalam konsep makro berupa konsep “keadilan, kebebasan, demokrasi, pemerataan, kemanusiaan”, masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan damai dan sebagainya.
Ciri-ciri nilai menurut Andrain
1.      Umum dan abstrak, karena nilai-nilai itu berupa patokan-patokan umum tentang sesuatu yang dicita-citakan atau yang dianggap baik. Umum artinya, tidak akan ada masyarakat tanpa pedoman umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas sekaligus sesuatu yang menjadi larangan atau taboo bagi kehidupan masing-masing kelompok.
2.      Konsepsional, yang artinya bahwa nilai-nilai itu hanya diketahui dari ucapan-ucapan, tulisan, dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang.
3.      Mengandung kualitas moral, karena nilai-nilai selalu berupa petunjuk tentang sikap dan perikelakuan yang sebaiknya atau yang seharusnya dilakukan.
4.      Tidak selamanya realistik, artinya bahwa nilai itu tidak akan selalu dapat direalisasi secara penuh di dalam realitas sosial.
5.      Dalam situasi kehidupan masyarakat yang nyata, nilai-nilai itu akan bersifat campuran. Artinya, tidak ada masyarakat yang hanya menghayati satu nilai saja secara mutlak.
6.      Cenderung bersifat stabil, sukar berubah, karena nilai-nilai yang telah dihayati telah melembaga atau mendarah daging dalam masyarakat.
Ciri-Ciri Nilai Sosial (Huky)
·         merupakan konstruktsi masyarakat yang terbentuk melalui interaksi sosial
·         dapat diteruskan proses sosial kontak sosial, komunikasi, interaksi, difusi, adaptasi, adopsi, akulturasi dan asimilasi
·         dapat memuaskan manusia dan menagmbil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial,
·         merupakan asumsi-asumsi abstrak yang di dalamnya terdapat konsesnsus sosial tentang harga relatif dari obyek di dalam kehidupan sosial
·         nilai yang dicapai dan dijadikan sebagai pedoman kehidupan sosial dan dijadikan sebagai milik bersama adalah berasal dari proses belajar,
·         antara nilai satu dengan nilai lainnya terdapat hubungan keterkaitan dan membentuk pola-pola dan sistem sosial,
·         memiliki nilai yang beragam tergantung pada faktor kebudayaan yang berlaku di dalam masyarakat,
·         selalu memberikan pilihan dari sistem-sistem yang ada, sesuai dengan tingkatan kepentingannya,
·         masing-masing nilai dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap orang peroangan dan masyarakat sebagai keseluruhan,
·         melibatkan emosi atau perasaan
·         dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian dalam masyarakat baik secara positif maupun secara negatif.
Macam-Macam Nilai Menurut Notonegoro
1.      nilai material, yaitu meliputi berbagai konsepsi tentang segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2.      nilai vital, yaitu meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas.
3.      nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia, seperti;
a.       nilai kebenaran, yang bersumber pada rasio (akal manusia
b.      nilai keindahan, yang bersumber pada unsur perasaan
c.       nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak
d.      nilai keagamaan, yang bersumber pada kitab suci (wahyu Tuhan).

B.     Fungsi Nilai Sosial
1.      faktor pendorong cita-cita atau harapan bagi kehidupan sosial.
Tinggi rendahnya individu dan satuan manusia dalam masyarakat bergantung pada tinggi rendahnya nilai sosial yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa bisa terencana. Hal ini merupakan cita-cita untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dan beradab sehingga nilai sosial ini memiliki daya perangsang sebagai pendorong untuk menjadi masyarakat yang ideal.
2.      petunjuk arah
Nilai sosial menunjukkan cita-cita masyarakat atau bangsa. Adapun nilai sosial sebagai petunjuk arah tergambar dalam contoh berikut ini.
a.       Cara berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai sosial yang berlaku. Setiap pendatang baru harus dapat menyesuaikan diri dan menjunjung tinggi nilai sosial masyarakat yang didatanginya agar tidak tercela, yang menyebabkan pandangan masyarakat menjadi kurang simpati terhadap dirinya. Dengan demikian, pendatang baru dapat menghindari hal yang dilarang atau tidak disenangi masyarakat dan mengikuti pola pikir serta pola tindakan yang diinginkan.
b.      Nilai sosial suatu masyarakat berfungsi pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya untuk menentukan pilihan terhadap jabatan dan peranan yang akan diambil. Misalnya dalam memilih seorang pemimpin yang cocok bukan saja berdasarkan kedudukan seseorang, melainkan juga berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau menentukan posisi seseorang sesuai dengan kemampuannya.
c.       Nilai sosial berfungsi sebagai sarana untuk mengukur dan menimbang penghargaan sosial yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
d.      Nilai sosial berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan atau kelompok tertentu.
3.      alat perekat solidaritas sosial di dalam kehidupan kelompok
Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai falsafah hidup bangsa, yaitu Panca Sila. Melalu pandangan hidup inilah bangsa indonesia berpedoman untuk bersatu dengan menjalin persatuan dan kesatuan bangsa.
4.      benteng perlindungan atau penjaga stabilitas budaya kelompok atau masyarakat
Pengertian benteng di sini berarti tempat yang kokoh karena nilai sosial merupakan tempat perlindungan yang kuat dan aman terhadap rongrongan dari luar sehingga masyarakat akan senantiasa menjaga dan mempertahankan nilai sosialnya. Misalnya, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai Panca Sila.
Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti sejarah bangsa Indonesia, tetapi dengan keyakinan bahwa Panca Sila harus tegak dari setiap usaha yang akan meruntuhkannya maka pengkhianatan tersebut dapat dipatahkan.

C.    Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan konsep abstrak mengenai masalah dasar dan bersifat umum, yang sangat penting serta bernilai bagi kehidupan masyarakat. Nilai budaya itu menjadi acuan tingkah laku sebagian besar anggota masyarakat yang bersangkutan ; berada dalam alam pikiran mereka dan sulit diterangkannya secara rasional. Nilai budaya bersifat langgeng, tidak mudah berubah atau diganti dengan nilai budaya lain. Anggota masyarakat memiliki nilai sebagai hasil proses belajar sejak masa kanak-kanak sampai dewasa hingga mendarah daging. Contoh nilai budaya pada bangsa Indonesia adalah Panca Sila dengan lima silanya yang merupakan satu kesatuan atau sistem dalam(lihat nilai budaya, sistem).

D.    Nilai Moral
Nilai Moral = dalam etika tau filsafat moral,digunakan untuk menghubungkan pernyataan faktual dan pernyataan normatif . nilai dibedakan dalamf fakta dan norma. Fakta adalah apa yang ada, apayang terdapat atau apa yang terjadi. Pengertian moral adalah ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Moral dalam penjelasan lain adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk. Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan tujuan membentuk watak atau karakteristik anak. Pakar-pakar tersebut diantaranya adalah Newman, Simon, Howe, dan Lickona. Dari beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona yang lebih cocok diterapkan untuk membentuk watak/karater anak.




E.     Norma Sosial ( Social Norm)
Norma adalah penjabaran nilai-nilai secara rinci terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan yang secara makro adalah konstitusi, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, konvensi dan aturan tak tertulis lainnya. Contoh; nilai-nilai keluarga dalam Islam adalah keluarga yang harmonis, bahagia, tentram baik di dunia maupun di akhirat. Qur an dan Hadits (norma) adalah pedoman untuk mencapai nilai-nilai tersebut.

F.     Norma Moral
Norma Moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak,mores) yang berarti adat, cara bertindak, kebiasaan. Norma moral berarti kelakuan atau tindakan dan sekaligus ukuran apakah seseorang itu baik atau tidak baik sebagai manusia.
Dalam etika norma manusia dibedakan menjadi norma umum dan norma khusus. Norma khusus sering disebut sebagai norma teknis dan permainan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu atau kegiatan yang bersifat  sementara dan terbatas. Norma umum berlaku untuk setiap masyarakat. Norma umumdapat dikelompokkan kedalam tiga norma yaitu norma sopan santun, norma hukum dan norma moral.
Macam-macam norma yang berlaku di masyarakat
1.      norma agama = ketentuan-ketentuan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang keberadaannya tidak boleh ditawar-tawar lagi.
2.      norma kesopanan = ketentuan-ketentuan hidup yang sumbernya adalah pola-pola perikelakuan sebagai hasil interaksi sosial di dalam kehidupan kelompok.
3.      norma kesusilaan = ketentuan-ketentuan kehidupan yang barasal dari hati nurani, yang produk dari norma susila ini adalah moral
4.      norma hukum = ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam kehidupan sosial yang sumbernya adalah Undang-undang yang dibuat oleh lembaga formal kenegaraan

PROSES PERTUMBUHAN NORMASOSIAL
Proses pertumbuhan norma akan tergantung pada proses pelembagaan (institusionalized) yang akhirnya menghadapi sikap masyarakat yaitu antara kekuatan masyarakat yang menerima dan yang menentang.
Berdasarkan sanksi yang diterima, proses pertumbuhan norma terdapat;
1.      cara (usage) = kebiasaan-kebiasaan yang berlaku sebagai produk dari hubungan sosial antar individu di dalam masyarakat yang tidak mengakibatkan sangsi yang berat bagi pelanggarnya.
Contoh kebiasaan makan bersama tidak boleh mengeluarkan bunyi atau suara-suara kecapan makan,
2.      kebiasaan (folkways) = aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama, karena memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat
Contoh kebiasaan menghormati orang lain yang dianggap lebih tua menjadi kebiasaan yang dianggap baik
3.      tata kelakuan (mores) = sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, baik secara sadar maupun secara tidak sadar oleh masyarakat terhadap para anggotanya
Fungsi Tata kelakuan tata kelakuan memberikan batas-batas pada kelakuan-kelakuan individu tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya tata kelakuan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat yang setiap masyarakat memilikinya
4.      adat istiadat (custom) = pola-pola kelakuan yang tidak tertulis yang memiliki kekuatan mengikat dan sanksi kepada para anggotanya
5.      hukum (laws) = tata kelakuan sosial yang dibuat secara formal dengan sangsi yang tegas bagi pelanggarnya yang dilengkapi dengan alat kelengkapan (UU, aparat hukum; polisi, jaksa, hakim, pengadilan, penjara, Fakultas Hukum)
Proses pelembagaan (institutionalized) = proses yang dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yang baru agar menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, melalui pengenalan, pengakuan, penghargaan dan kemudian ditaati bersama.
Perubahan Nilai-nilai dan Norma Norma Sosial
Setiap saat masyarakat selalu mengalami perubahan. Jika dibandingkan apa yang tejadi saat ini dengan beberapa tahun yang lalu. Maka akan banyak ditemukan perubahan baik yang direncanakan atau tidak, kecil atau besar, serta cepat atau lambat. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan sosial yang ada. Dimana manusia selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu manusia selalu mencari sesuatu agar hidupnya lebih baik.
Sebagai contoh kasus, dahulu keluarga sepenuhnya berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi anak-anak yang belum dewasa, sumber pengetahuan (pendidikan) dan keterampilan serta sumber ekonomi. Namun, pada masa sekarang, fungsi keluarga mengalami perubahan. Anak-anak tidak hanya memperoleh pengetahuan dari keluarga, tetapi juga melalui berbagai media massa, seperti televisi, radio, koran dan internet.


Sikap masyarakat terhadap perubahan nilai dan norma sosial
·         Masyarakat konservatif = masyarakat memiliki keteguhan terhadap pola-pola kelakuan yang ada dan anti perubahan (misalnya agamawan, orang-orang tua yang kekecewaan terhadap berbagai bentuk perubahan
·         Masyarakat radikal = kelompok yang selalu menghendaki perubahan secara frontal dan biasanya memiliki kekecewaan terhadap keberadaan nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap mandeg

1.      Perubahan nilai dalam masyarakat
Pada umumnya, nilai-nilai dalam masyarakat tidak mudah berubah. Dengan berlalunya waktu, ada nilai-nilai tertentu yang ditinggalkan oleh masyarakat dan digantikan oleh nilai-nilai baru.
Dilihat dari sudut pandang teori struktural fungsional, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat terjadi karena nilai-nilai tersebut sudah tidak fungsional lagi untuk menopang keberadaan masyarakat.
Sementara, dilihat dari sudut pandang teori konflik, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat terjadi manakala nilai tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan kepentingan/rasa kelompok yang saling bersaing dalam masyarakat.
Sedangkan menurut sudut pandang teori interaksi-simbolik, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dimungkinkan karena berlangsungnya proses interaksi dalam masyarakat.
Perubahan nilai dalam masyarakat umumnya akan diikuti dengan terjadinya perubahan norma-norma dalam masyarakat. Contohnya, nilai kebebasan yang kini mulai tumbuh di Indonesia melahirkan  berbagai norma baru, seperti kebiasaan masyarakat untuk bersikap kritis terhadap pemerintah (folkways) dan larangan kekerasan dalam rumah tangga (pranata sosial).
2.      Perubahan norma dalam masyarakat
Dilihat dari sudut pandang teori struktural fungsional perubahan norma-norma dalam masyarakat terjadi karena perubahan nilai-nilai dalam masyarakat. Karena norma merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dalam masyarakat, maka bila nilai-nilai dalam masyarakat berubah, hal itu akan diikuti pula dengan perubahan norma-norma.
Dilihat dari sudut pandang teori konflik, perubahan norma dalam masyarakat terjadi manakala norma itu dianggap tidak mampu lagi mengatur kepentingan berbagai kelompok yang saling bertentangan dalam masyarakat.
Sementara itu, menurut sudut pandang teori interaksi-simbolik, perubahan norma dalam masyarakat terjadi karena proses interaksi dalam masyarakat.
Sebagai contoh perubahan norma yaitu sampai dengan tahun 1970-an, bergandengan tangan antara remaja putra dan putri ditempat-tempat umum dianggap sebagai hal yang tabu. Tetapi sekarang kebanyakan di kota bergandengan tangan remaja putra dan putri ditempat-tempat umum merupakan hal yang wajar.
KETIDAK SEIMBANGAN DALAM PERUBAHAN
Pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosial, tidak selalu perubahan-perubahan pada unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan itu mengalami kelainan yang seimbang. Dikenalnya senjata api dan kuda oleh orang-orang Indian di Amerika Serikat misalnya, meskipun hal tersebut mampu merubah cara-cara mereka dalam mencari makanan dan cara-cara untuk berperang, akan tetapi tidak demikian halnya dengan bidang-bidang kehidupan lainnya seperti misalnya agama yang disebarkan oleh penyebar-penyebar agama orang-orang kulit putih.

Di dalam masyarakat, ada unsur-unsur yang dengan cepatnya dapat berubah, namun sebaliknya ada pula unsur-unsur yang tidak mudah untuk berubah. Dalam kaitan tersebut, biasanya unsur-unsur kebudayaan kebendaan akan cepat mudah berubah daripada unsur-unsur kebudayaan yang bersifat rohaniah.
Namun apabila di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur yang tidak mempunyai hubungan yang erat, maka tak ada persoalan mengenai tidak adanya keseimbangan lajunya perubahanperubahan. Misalnya, suatu perubahan dalam cara-cara bertani tidak begitu berpengaruh terhadap tari-tarian tradisional. Akan tetapi sebaliknya, sistem pendidikan anak-anak mempunyai hubungan yang begitu erat dengan dipekerjakannya tenaga-tenaga wanita pada industri-industri.
Apabila benar-benar terjadi ketidak-seimbangan dalam perubahan (di antara unsur-unsur yang mempunyai hubungan erat), yaitu bahwa satu unsur berubah dengan cepatnya sedangkan unsur lainnya yang berhubungan erat tidak berubah atau berubah dengan lambat sekali, maka kemungkinan akan terjadi kegoyahan dalam hubungan antar unsur-unsur tersebut di atas, sehingga dengan begitu keseimbangan daripada masyarakat pun juga terganggu.
Misalnya apabila pertambahan penduduk berjalan dengan cepat, maka untuk menjaga tata tertib dalam masyarakat diperlukan pula adanya penambahan jumlah petugas-petugas keamanan yang seimbang pula banyaknya. Dengan demikian, apabila dalam kenyatannya muncul adanya ketidakseimbangan maka kemungkinan besar akan menaikkan pula jumlah (volume) kejahatan yang terjadi. Demikian pula bertambah banyaknya sekolah-sekolah yang didirikan oleh masyarakat, maka harus diimbangi pula dengan penambahan jumlah lapangan pekerjaan.

Apabila yang terjadi sebaliknya, atau terjadi ketidakseimbangan maka kemungkinan akan timbul pengangguran, dan seterusnya. Sedangkan sampai sejauh mana dampak yang mungkin muncul sebagai akibat keadaan yang tidak seimbang di dalam laju perubahan tersebut, maka hal itu tergantung dari erat tidaknya integrasi di antara unsur-unsur tersebut.
Apabila unsur-unsur dalam masyarakat itu sangat erat integrasinya seperti halnya dengan bagianbagian sebuah jam, maka munculnya ketidakseimbangan itu memiliki akibat-akibat yang sangat jauh. Jadi apabila semisal bagian-bagian dari jam itu tidak bekerja dengan baik maka tentu saja jam tersebut tidak akan berfungsi pula dengan baik.
Teori yang terkenal di dalam sosiologi mengenai perubahan dalam masyarakat, yakni teori cultural lag dari William F. Ogburn dalam Soekanto, 1982 : 350. Teori tersebut mulai dengan suatu kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya di dalam keseluruhannya seperti diuraikan sebelumnya, akan tetapi ada bagian yang tumbuh cepat, sedangkan ada bagian lain yang tumbuhnya lambat.
Perbedaan antara taraf kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat itulah yang dinamakan sebagai "cultural lag" (artinya ketinggalan kebudayaan). Juga suatu lag terjadi apabila laju perubahan dari dua unsur masyarakat atau kebudayaan (mungkin juga lebih) yang mempunyai korelasi (hubungan), tidak sebanding, sehingga unsur yang satu dapat tertinggal dari unsur-unsur lainnya.
Pertama, sebagai suatu jangka waktu antara terjadinya penemuan baru dan diterimanya penemuan baru itu. Contohnya, Pemerintah Amerika Serikat telah menerbitkan suatu brosur mengenai "lag"antara penemuan baru dengan penggunaan penemuan baru (pengetahuan tentang pengobatan), yang antara lain isinya adalah bahwa setiap tahun 40.000 orang mati karena sakit kanker, hal mana sebenarnya dapat dicegah atau diobati, dan demikian pula dengan orang-orang yang mati karena sakit jantung dan sebagainya.
Kedua, dipakai untuk menunjuk pada tertinggalnya suatu unsur tertentu terhadap unsur lainnya yang erat hubungannya, misalnya kepadatan penduduk di kota-kota besar dan banyaknya petugas-petugas keamanan yang diperlukan. Agar terjadi suatu keseimbangan, maka salah satu unsur tersebut harus dirubah. Yakni, yang terlambat dipercepat perkem-banganya, dan yang terlalu cepat diperlambat perkembangannya.
Sedangkan mana yang dipilih, maka tergantung dari kemungkinankemung-kinannya, misalnya saja dalam hal hubungannya antara bertambahnya penduduk di kota-kota besar dengan jumlah petugas-petugas keamanan, maka kiranya kecil kemungkinannya untuk mengurangi penduduk, misalnya dengan jalan mengusir penduduk dari kota-kota besar tersebut.
Sedangkan ketertinggalan yang akan lebih menyolok adalah ketertinggalannya alam pikiran dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, yakni sebagaimana yang banyak kita jumpai khususnya di negara-negara berkembang saat ini (termasuk Indonesia). Suatu contoh yang nyata adalah pemanfaatan teknologi internet guna mendapatkan sumber-sumber informasi, yang merupakan salah satu hasil dari perkembangan teknologi yang pesat di negara-negara yang telah maju.
Bagi negara-negara yang baru berkembang, penggunaan internet sebagai sarana untuk mendapatkan informasi belumlah umum dilakukan oleh masyarakatnya. Jikalaupun ada, maka hanyalah di kalangan orang-orang terpelajar, dan itu terbatas di daerah-daerah kota saja, sebab selain teknologinya masih mahal, termasuk membutuhkan fasilitas-fasilitas tertentu guna dapat mengaksesnya (misalnya komputer), juga memerlukan pengetahuan-pengetahuan tertentu, yang belum semua orang telah menguasainya.
Dengan demikian bagi kebanyakan masyarakat di negaranegara berkembang, maka hal tersebut masihlah bersifat awam, oleh karena belum banyak dikuasai (diperolehnya) segala persyaratanpersyaratan yang dibutuhkn guna mendapatkan (mengakses) sumbersumber informasi melalui teknologi canggih semacam internet tersebut.

Dampak Perubahan Frontal;
·         anomie = suatu keadaan sosial yang kacau akibat dari perubahan yang frontal dimana nilai-nilai lama sudah tidak berlaku sedangkan rumusan nilai yang baru belum terwujud akibatnya mansyarakat kehilangan pedoman hidup.
·         cultural lag = atau ketertinggalan budaya adalah suatu sikap masyarakat yang tidak atau belum siap secara mental dalam mengikuti perubahan
·         mostezo culture = bentuk sikap sosial yang tidak tahu maksud arti dari perubahan itu sendiri, misalnya fasilitas kipas angin di dalam KRD yang dipasang agar penumpang nyaman, akan tetapi kipas angin tersebut habis dicuri penumpang untuk dijual ke tukang besi loakan.

KESIMPULAN
Tidak ada kehidupan masyarakat yang ,tidak terdapat nilai-nil dan norma-norma sosial, sebaliknya tidak akan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berdiri tanpa ada rnasyarakat pendukungnya. Nilai dan norma sosial merupakan hasil kesepakatan di dalam kehidupan masyarakat yang antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya terdapat karakter sosiokulutral yang berbeda-beda. Hal inilah yang mengakibatkan timbulnya perbedaan konsep nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku di masing-masing kelompok. Di dalam struktur bangsa yang menganut asas pluralisme, perbedaan konsep tentang nilai-nilai dan norma sosial adalah menjadi sesuatu yang bersifat alat oleh sebab itu perlu dikembangkan sikap saling memahami, menghargai, dan penuh toleransi antar penganut nilai-nilai dan norma-norma sosial sebagai dasar untuk menciptakan perdamaian di dalam struktur masyarakat pluralis. Tidak ada nilai dan norma yang berharga mati, dalam arti setiap kelompok memiliki karakteristik nilai dan norma sendiri-sendiri, oleh sebab itu sikap yang bijak adalah sikap yang memahami dan menghormati adanya perbedaan sosiokultural.

Kehidupan masyarakat yang baik adalah kehidupan masyarakat yang memiliki komitmen nilai-nilai dan norma-norrna sebagai patokan untuk menjadi manusia-manusia yang beradab. Konsep tentang sesuatu yang baik beserta pedoman untuk mencapai konsep tersebut pasti ada di dalam setiap pribadi masing-masing individu. Manusia yang bermoral adalah manusia yang menjunjung tinggi ideal beserta kepatuhan akan norma-norma sebagai pedoman untuk mencapai kehidupan ideal tersebut. Nilai – nilai tentang sesuatu yang baik,patut, layak sebagai tujuan kehidupan adalah fitrah yang bersifat Ilahiah (adikodrati), sebab Sang Pencipta menciptakan manusia sebagai makhluk yang berkepribadian dan memiliki hati nurani. Fitrah sosial itulah yang mesti rnenjadi pedoman tata kelakuan sosial dalam menjaga keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada kehidupan masyarakat yang statis, tiap kehidupan masyarakat pasti terdapat perubahan. Akan tetapi, yang penting bukan perubahan itu sendiri, melainkan arti dan tujuan dari perubahan itulah yang lebih penting. Dengan demikian, perubahan sosial itu baik atau buruk tergantung dari tujuan perubahan jtu sendiri. Untuk mendapat hasil dari perubahan yang baik, maka perubahan itu harus direncanakan, terutama menyiapkan tingkat kesiapan mental manusianya sebagai subjek dari perubahan agar perubahan tidak membawa ekses yang negatif. Perubahan yang baik adalah, perubahan yang diren-canakan dengan seperangkat tujuan yang jelas, yaitu pembangunan. Pengenalan akan nilai-nilai dan norma-norma sosial dalam bab ini hendaknya menjadi penuntun bagi para pemelajar untuk menjadi manusia yang merniliki kemarnpuan menata dirinya di dalam percaturan sosial, sehingga manusia memiliki peradaban yang tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar