Sos
Kelompok III
Pendahuluan
Di dalam setiap kehidupan sosial
pasti terdapat aturan-aturan pokok untuk mengatur perilaku anggota-anggota
masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan sosial tersebut. Aturan-aturan
tersebut segala perbuatan yang dilarang, diperbolehkan, atau diperintahkan.
Seperangkat aturan tersebut biasanya didasarkan pada sesuatu yang dianggap
baik, layak, patut, pantas bagi kehidupan masyarakat setempat. Sesuatu yang
dianggap patut, baik, layak, pantas juga tidak sepenuhnya memiliki kesamaan
antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya. Artinya di dalam setiap kelompok
memiliki kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda yang berlaku di dalam setiap
kelompok sosial, sehingga perilaku yang dianggap boleh dilakukan di suntu
masyarakat tertentu belum tentu berlaku di masyarakat lainnya.
Dengan demikian, di dalam setiap
kehidupan sosial memiliki pandangan tentang sesuatu yang dianggap baik, patut,
layak, pantas, dan biasanya dijadikan sebagai pedoman bagi tata kelakuan
masyarakat rsebut. Pedoman tata kelakuan dari pandangan hidup masyarakat
tersebut biasanya dimulai dari pandangan unit kesatuan sosial terkecil, yaitu
keluarga, kelompok, masyarakat, suku bangsa, hingga bangsa sampai pada
masyarakat internasional. Akan tetapi, walaupun telah ada seperangkat pedoman
tata ketakuan di dalam setiap kelompok masyarakat, kenyataannya tidak semua
anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan tatanan tersebut. Artinya entah
dalam jumlah kecil atau besar pasti terdapat sekelompok anggota masyarakat yang
berperilaku tidak sejalan dengan tata kelakuan tersebut. Dua kenyatan (double
reality) antara pihak yang berpedoman pada tata kelakuan dan pihak yang tidak patuh
dengan seperangkat tata kelakuan tersebut pasti ada.
Di dalam masyarakat manusia
selalu ada, dan selalu dimungkinkan, adanya double reality. Artinya di satu
pihak ada sistem yang tersusun atas segala apa yang senyatanya di dalam
kenyataan ada, dan di pihak lain ada sistem normatif, yaitu sistem di dalam
mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya. Sistem fakta dan sistem normatif
tersebut sesungguhnya bukan dua realitas yang identik. Akan tetapi, walaupun
tidak identik, kedua realitas itu pun sama sekali tidak saling berpisahan.
Terdapat pertalian saling memengaruhi antara keduanya. Sistem fakta berfungsi sebagai
determinan sistem artinya, apa yang dibayangkan dalam mental sebagai keharusan
itu sesungguhnya adalah selalu sesuatu yang dalam kenyataan merupakan sesuatu
yang betul-betul ada, dan/atau yang mungkin ada. Norma atau keharusan selalu
dipertimbangkan dalam kenyataan dan mempertimbangkan pula segala kemungkinan-kemungkinan
yang ada di dalam situasi fakta. Orang tidak akan mungkin diwajibkan melakukan
tindakan yang tidak akan dikerjakan oleh orang pada umumnya.
Pada mulanya, rnanusia merupakan sistem yang
senyatanya ada, artinya manusia adalah kumpulan makhluk yang unik, yang di
dalam kehidupannya terdapat seperangkat pola hubungan tertata yang tidak
disamai oleh makhluk lain. Manusia itu ada, tingkah laku manusia itu ada. Manusia
ada dengan seperangkat tingkah laku yang dipengaruhi oleh dorongan naluri yang
bebas. Akan tetapi, dorongan naluri yang bebas tersebut tidak sepenuhnya
dipenuhi sebagai batas-batas hubungan antar manusia dalam mencegah
benturan-benturan antar manusia, sebab selain kehendak bebas tersebut, manusia
juga memiliki dorongan untuk hidup tenang, tertib, nyaman, aman, dan sebagainya.
Dorongan naturi manusia inilah yang akhirnya memunculkan apa yang senyatanya
ada, yaitu perilaku manusia yang hidup di dalam kelompok. Apa yang senyatanya
ada merupakan perbuatan manusia secara riil,lepas apaka.h tindakan itu baik
atau buruk, bermoral atau asusila. Akan tetapi, dorongan hati manusia yang
menginginkan hidup tertib, nyaman, dan rasa naluri kemanusiaan memunculkan
perasaan dirinya sebagai makhluk yang tidak bisa memenuhi kebutuhan melalui
kemampuan,dirinya sendiri.
Pengertian Nilai Sosial dan Norma
Sosial
A.
Nilai
Sosial (Social Value)
·
Konsep-konsep
umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas yang
keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati, dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam masyarakat,
mulai dari unit keastuan sosial terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat
internasional.
·
Penjabaran
Nilai dalam konsep mikro adalah bentuk kehidupan yang bahagia, tentram, damai,
sejahtera, makmur dan sebagainya
·
Penjabaran
Nilasi dalam konsep makro berupa konsep “keadilan, kebebasan, demokrasi,
pemerataan, kemanusiaan”, masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan
damai dan sebagainya.
Ciri-ciri nilai
menurut Andrain
1.
Umum
dan abstrak, karena nilai-nilai itu berupa patokan-patokan umum tentang sesuatu
yang dicita-citakan atau yang dianggap baik. Umum artinya, tidak akan ada
masyarakat tanpa pedoman umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak,
pantas sekaligus sesuatu yang menjadi larangan atau taboo bagi kehidupan
masing-masing kelompok.
2.
Konsepsional,
yang artinya bahwa nilai-nilai itu hanya diketahui dari ucapan-ucapan, tulisan,
dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang.
3.
Mengandung
kualitas moral, karena nilai-nilai selalu berupa petunjuk tentang sikap dan
perikelakuan yang sebaiknya atau yang seharusnya dilakukan.
4.
Tidak
selamanya realistik, artinya bahwa nilai itu tidak akan selalu dapat
direalisasi secara penuh di dalam realitas sosial.
5.
Dalam
situasi kehidupan masyarakat yang nyata, nilai-nilai itu akan bersifat
campuran. Artinya, tidak ada masyarakat yang hanya menghayati satu nilai saja
secara mutlak.
6.
Cenderung
bersifat stabil, sukar berubah, karena nilai-nilai yang telah dihayati telah
melembaga atau mendarah daging dalam masyarakat.
Ciri-Ciri
Nilai Sosial (Huky)
·
merupakan konstruktsi masyarakat yang
terbentuk melalui interaksi sosial
·
dapat diteruskan proses sosial kontak
sosial, komunikasi, interaksi, difusi, adaptasi, adopsi, akulturasi dan
asimilasi
·
dapat memuaskan manusia dan menagmbil
bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial,
·
merupakan asumsi-asumsi abstrak yang di
dalamnya terdapat konsesnsus sosial tentang harga relatif dari obyek di dalam
kehidupan sosial
·
nilai yang dicapai dan dijadikan sebagai
pedoman kehidupan sosial dan dijadikan sebagai milik bersama adalah berasal
dari proses belajar,
·
antara nilai satu dengan nilai lainnya
terdapat hubungan keterkaitan dan membentuk pola-pola dan sistem sosial,
·
memiliki nilai yang beragam tergantung
pada faktor kebudayaan yang berlaku di dalam masyarakat,
·
selalu memberikan pilihan dari
sistem-sistem yang ada, sesuai dengan tingkatan kepentingannya,
·
masing-masing nilai dapat memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap orang peroangan dan masyarakat sebagai
keseluruhan,
·
melibatkan emosi atau perasaan
·
dapat mempengaruhi perkembangan
kepribadian dalam masyarakat baik secara positif maupun secara negatif.
Macam-Macam Nilai Menurut Notonegoro
1.
nilai material, yaitu meliputi berbagai konsepsi tentang segala
sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2.
nilai vital, yaitu meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan
dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai
aktivitas.
3.
nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia,
seperti;
a.
nilai kebenaran, yang bersumber pada rasio (akal manusia
b.
nilai keindahan, yang bersumber pada unsur perasaan
c.
nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak
d.
nilai keagamaan, yang bersumber pada kitab suci (wahyu Tuhan).
B.
Fungsi
Nilai Sosial
1. faktor
pendorong cita-cita atau harapan bagi kehidupan sosial.
Tinggi rendahnya individu dan
satuan manusia dalam masyarakat bergantung pada tinggi rendahnya nilai sosial
yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung tinggi oleh sebagian besar
masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa bisa terencana. Hal ini
merupakan cita-cita untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dan beradab
sehingga nilai sosial ini memiliki daya perangsang sebagai pendorong untuk
menjadi masyarakat yang ideal.
2. petunjuk
arah
Nilai sosial menunjukkan
cita-cita masyarakat atau bangsa. Adapun nilai sosial sebagai petunjuk arah
tergambar dalam contoh berikut ini.
a.
Cara
berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai
sosial yang berlaku. Setiap pendatang baru harus dapat menyesuaikan diri dan
menjunjung tinggi nilai sosial masyarakat yang didatanginya agar tidak tercela,
yang menyebabkan pandangan masyarakat menjadi kurang simpati terhadap dirinya.
Dengan demikian, pendatang baru dapat menghindari hal yang dilarang atau tidak
disenangi masyarakat dan mengikuti pola pikir serta pola tindakan yang
diinginkan.
b.
Nilai
sosial suatu masyarakat berfungsi pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya
untuk menentukan pilihan terhadap jabatan dan peranan yang akan diambil.
Misalnya dalam memilih seorang pemimpin yang cocok bukan saja berdasarkan
kedudukan seseorang, melainkan juga berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau
menentukan posisi seseorang sesuai dengan kemampuannya.
c.
Nilai
sosial berfungsi sebagai sarana untuk mengukur dan menimbang penghargaan sosial
yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
d.
Nilai
sosial berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan
atau kelompok tertentu.
3. alat
perekat solidaritas sosial di dalam kehidupan kelompok
Bangsa Indonesia memiliki
nilai-nilai falsafah hidup bangsa, yaitu Panca Sila. Melalu pandangan hidup
inilah bangsa indonesia berpedoman untuk bersatu dengan menjalin persatuan dan
kesatuan bangsa.
4. benteng
perlindungan atau penjaga stabilitas budaya kelompok atau masyarakat
Pengertian benteng di sini
berarti tempat yang kokoh karena nilai sosial merupakan tempat perlindungan
yang kuat dan aman terhadap rongrongan dari luar sehingga masyarakat akan
senantiasa menjaga dan mempertahankan nilai sosialnya. Misalnya, nilai-nilai
keagamaan, dan nilai-nilai Panca Sila.
Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap
Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti sejarah bangsa Indonesia, tetapi
dengan keyakinan bahwa Panca Sila harus tegak dari setiap usaha yang akan
meruntuhkannya maka pengkhianatan tersebut dapat dipatahkan.
C.
Nilai
Budaya
Nilai budaya merupakan konsep abstrak mengenai
masalah dasar dan bersifat umum, yang sangat penting serta bernilai bagi
kehidupan masyarakat. Nilai budaya itu menjadi acuan tingkah laku sebagian
besar anggota masyarakat yang bersangkutan ; berada dalam alam pikiran mereka
dan sulit diterangkannya secara rasional. Nilai budaya bersifat langgeng, tidak
mudah berubah atau diganti dengan nilai budaya lain. Anggota masyarakat
memiliki nilai sebagai hasil proses belajar sejak masa kanak-kanak sampai
dewasa hingga mendarah daging. Contoh nilai budaya pada bangsa Indonesia adalah
Panca Sila dengan lima silanya yang merupakan satu kesatuan atau sistem dalam(lihat
nilai budaya, sistem).
D.
Nilai
Moral
Nilai
Moral = dalam etika tau filsafat moral,digunakan untuk menghubungkan pernyataan
faktual dan pernyataan normatif . nilai dibedakan dalamf fakta dan norma. Fakta
adalah apa yang ada, apayang terdapat atau apa yang terjadi. Pengertian moral adalah
ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga
masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan
untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Moral dalam penjelasan
lain adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri
individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral
berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki
sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk. Ada beberapa pakar
yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan tujuan membentuk watak atau
karakteristik anak. Pakar-pakar tersebut diantaranya adalah Newman, Simon,
Howe, dan Lickona. Dari beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona yang lebih
cocok diterapkan untuk membentuk watak/karater anak.
E.
Norma
Sosial ( Social Norm)
Norma adalah penjabaran nilai-nilai secara rinci terperinci ke
dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan yang secara makro adalah
konstitusi, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, konvensi dan aturan tak
tertulis lainnya. Contoh; nilai-nilai keluarga dalam Islam adalah keluarga yang
harmonis, bahagia, tentram baik di dunia maupun di akhirat. Qur an dan Hadits
(norma) adalah pedoman untuk mencapai nilai-nilai tersebut.
F.
Norma
Moral
Norma Moral berasal
dari bahasa Latin mos (jamak,mores)
yang berarti adat, cara bertindak, kebiasaan. Norma moral berarti kelakuan atau
tindakan dan sekaligus ukuran apakah seseorang itu baik atau tidak baik sebagai
manusia.
Dalam etika norma
manusia dibedakan menjadi norma umum dan norma khusus. Norma khusus sering
disebut sebagai norma teknis dan permainan yang bertujuan untuk mencapai tujuan
tertentu atau kegiatan yang bersifat
sementara dan terbatas. Norma umum berlaku untuk setiap masyarakat.
Norma umumdapat dikelompokkan kedalam tiga norma yaitu norma sopan santun,
norma hukum dan norma moral.
Macam-macam norma
yang berlaku di masyarakat
1.
norma agama = ketentuan-ketentuan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama
yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang keberadaannya tidak boleh
ditawar-tawar lagi.
2.
norma kesopanan = ketentuan-ketentuan hidup yang sumbernya adalah pola-pola
perikelakuan sebagai hasil interaksi sosial di dalam kehidupan kelompok.
3.
norma kesusilaan = ketentuan-ketentuan kehidupan yang barasal dari hati nurani,
yang produk dari norma susila ini adalah moral
4.
norma hukum = ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam kehidupan sosial
yang sumbernya adalah Undang-undang yang dibuat oleh lembaga formal kenegaraan
PROSES
PERTUMBUHAN NORMASOSIAL
Proses pertumbuhan norma akan
tergantung pada proses pelembagaan (institusionalized) yang akhirnya menghadapi
sikap masyarakat yaitu antara kekuatan masyarakat yang menerima dan yang
menentang.
Berdasarkan
sanksi yang diterima, proses pertumbuhan norma terdapat;
1.
cara
(usage) = kebiasaan-kebiasaan yang berlaku sebagai produk dari hubungan sosial
antar individu di dalam masyarakat yang tidak mengakibatkan sangsi yang berat
bagi pelanggarnya.
Contoh kebiasaan makan bersama
tidak boleh mengeluarkan bunyi atau suara-suara kecapan makan,
2.
kebiasaan
(folkways) = aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama, karena memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat
Contoh kebiasaan menghormati
orang lain yang dianggap lebih tua menjadi kebiasaan yang dianggap baik
3.
tata
kelakuan (mores) = sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang
dilaksanakan sebagai alat pengawas, baik secara sadar maupun secara tidak sadar
oleh masyarakat terhadap para anggotanya
Fungsi Tata kelakuan tata
kelakuan memberikan batas-batas pada kelakuan-kelakuan individu tata kelakuan
mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya tata kelakuan menjaga
solidaritas antar anggota masyarakat yang setiap masyarakat memilikinya
4.
adat
istiadat (custom) = pola-pola kelakuan yang tidak tertulis yang memiliki
kekuatan mengikat dan sanksi kepada para anggotanya
5.
hukum
(laws) = tata kelakuan sosial yang dibuat secara formal dengan sangsi yang
tegas bagi pelanggarnya yang dilengkapi dengan alat kelengkapan (UU, aparat
hukum; polisi, jaksa, hakim, pengadilan, penjara, Fakultas Hukum)
Proses pelembagaan (institutionalized)
= proses yang dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yang baru agar menjadi
bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, melalui pengenalan, pengakuan,
penghargaan dan kemudian ditaati bersama.
Perubahan Nilai-nilai dan Norma
Norma Sosial
Setiap
saat masyarakat selalu mengalami perubahan. Jika dibandingkan apa yang tejadi
saat ini dengan beberapa tahun yang lalu. Maka akan banyak ditemukan perubahan
baik yang direncanakan atau tidak, kecil atau besar, serta cepat atau lambat.
Perubahan-perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
lingkungan sosial yang ada. Dimana manusia selalu tidak puas dengan apa yang
telah dicapainya. Oleh karena itu manusia selalu mencari sesuatu agar hidupnya
lebih baik.
Sebagai
contoh kasus, dahulu keluarga sepenuhnya berfungsi sebagai tempat perlindungan
bagi anak-anak yang belum dewasa, sumber pengetahuan (pendidikan) dan
keterampilan serta sumber ekonomi. Namun, pada masa sekarang, fungsi keluarga
mengalami perubahan. Anak-anak tidak hanya memperoleh pengetahuan dari
keluarga, tetapi juga melalui berbagai media massa, seperti televisi, radio,
koran dan internet.
Sikap
masyarakat terhadap perubahan nilai dan norma sosial
·
Masyarakat konservatif = masyarakat
memiliki keteguhan terhadap pola-pola kelakuan yang ada dan anti perubahan
(misalnya agamawan, orang-orang tua yang kekecewaan terhadap berbagai bentuk
perubahan
·
Masyarakat radikal = kelompok yang
selalu menghendaki perubahan secara frontal dan biasanya memiliki kekecewaan
terhadap keberadaan nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap mandeg
1. Perubahan
nilai dalam masyarakat
Pada umumnya, nilai-nilai dalam
masyarakat tidak mudah berubah. Dengan berlalunya waktu, ada nilai-nilai
tertentu yang ditinggalkan oleh masyarakat dan digantikan oleh nilai-nilai
baru.
Dilihat dari sudut pandang teori
struktural fungsional, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat terjadi karena
nilai-nilai tersebut sudah tidak fungsional lagi untuk menopang keberadaan
masyarakat.
Sementara, dilihat dari sudut
pandang teori konflik, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat terjadi manakala
nilai tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan kepentingan/rasa kelompok yang
saling bersaing dalam masyarakat.
Sedangkan menurut sudut pandang
teori interaksi-simbolik, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dimungkinkan
karena berlangsungnya proses interaksi dalam masyarakat.
Perubahan nilai dalam masyarakat
umumnya akan diikuti dengan terjadinya perubahan norma-norma dalam masyarakat.
Contohnya, nilai kebebasan yang kini mulai tumbuh di Indonesia melahirkan berbagai norma baru, seperti kebiasaan
masyarakat untuk bersikap kritis terhadap pemerintah (folkways) dan larangan
kekerasan dalam rumah tangga (pranata sosial).
2. Perubahan
norma dalam masyarakat
Dilihat dari sudut
pandang teori struktural fungsional perubahan norma-norma dalam masyarakat
terjadi karena perubahan nilai-nilai dalam masyarakat. Karena norma merupakan
penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dalam masyarakat, maka bila
nilai-nilai dalam masyarakat berubah, hal itu akan diikuti pula dengan
perubahan norma-norma.
Dilihat dari sudut
pandang teori konflik, perubahan norma dalam masyarakat terjadi manakala norma
itu dianggap tidak mampu lagi mengatur kepentingan berbagai kelompok yang
saling bertentangan dalam masyarakat.
Sementara itu,
menurut sudut pandang teori interaksi-simbolik, perubahan norma dalam
masyarakat terjadi karena proses interaksi dalam masyarakat.
Sebagai contoh
perubahan norma yaitu sampai dengan tahun 1970-an, bergandengan tangan antara
remaja putra dan putri ditempat-tempat umum dianggap sebagai hal yang tabu.
Tetapi sekarang kebanyakan di kota bergandengan tangan remaja putra dan putri
ditempat-tempat umum merupakan hal yang wajar.
KETIDAK
SEIMBANGAN DALAM PERUBAHAN
Pada masyarakat yang sedang
mengalami perubahan sosial, tidak selalu perubahan-perubahan pada unsur-unsur
masyarakat dan kebudayaan itu mengalami kelainan yang seimbang. Dikenalnya
senjata api dan kuda oleh orang-orang Indian di Amerika Serikat misalnya,
meskipun hal tersebut mampu merubah cara-cara mereka dalam mencari makanan dan
cara-cara untuk berperang, akan tetapi tidak demikian halnya dengan
bidang-bidang kehidupan lainnya seperti misalnya agama yang disebarkan oleh
penyebar-penyebar agama orang-orang kulit putih.
Di dalam masyarakat, ada
unsur-unsur yang dengan cepatnya dapat berubah, namun sebaliknya ada pula
unsur-unsur yang tidak mudah untuk berubah. Dalam kaitan tersebut, biasanya
unsur-unsur kebudayaan kebendaan akan cepat mudah berubah daripada unsur-unsur
kebudayaan yang bersifat rohaniah.
Namun apabila di dalam masyarakat
terdapat unsur-unsur yang tidak mempunyai hubungan yang erat, maka tak ada
persoalan mengenai tidak adanya keseimbangan lajunya perubahanperubahan.
Misalnya, suatu perubahan dalam cara-cara bertani tidak begitu berpengaruh
terhadap tari-tarian tradisional. Akan tetapi sebaliknya, sistem pendidikan
anak-anak mempunyai hubungan yang begitu erat dengan dipekerjakannya
tenaga-tenaga wanita pada industri-industri.
Apabila benar-benar terjadi
ketidak-seimbangan dalam perubahan (di antara unsur-unsur yang mempunyai
hubungan erat), yaitu bahwa satu unsur berubah dengan cepatnya sedangkan unsur
lainnya yang berhubungan erat tidak berubah atau berubah dengan lambat sekali,
maka kemungkinan akan terjadi kegoyahan dalam hubungan antar unsur-unsur
tersebut di atas, sehingga dengan begitu keseimbangan daripada masyarakat pun
juga terganggu.
Misalnya apabila pertambahan
penduduk berjalan dengan cepat, maka untuk menjaga tata tertib dalam masyarakat
diperlukan pula adanya penambahan jumlah petugas-petugas keamanan yang seimbang
pula banyaknya. Dengan demikian, apabila dalam kenyatannya muncul adanya
ketidakseimbangan maka kemungkinan besar akan menaikkan pula jumlah (volume)
kejahatan yang terjadi. Demikian pula bertambah banyaknya sekolah-sekolah yang
didirikan oleh masyarakat, maka harus diimbangi pula dengan penambahan jumlah
lapangan pekerjaan.
Apabila yang terjadi sebaliknya,
atau terjadi ketidakseimbangan maka kemungkinan akan timbul pengangguran, dan
seterusnya. Sedangkan sampai sejauh mana dampak yang mungkin muncul sebagai
akibat keadaan yang tidak seimbang di dalam laju perubahan tersebut, maka hal
itu tergantung dari erat tidaknya integrasi di antara unsur-unsur tersebut.
Apabila unsur-unsur dalam
masyarakat itu sangat erat integrasinya seperti halnya dengan bagianbagian
sebuah jam, maka munculnya ketidakseimbangan itu memiliki akibat-akibat yang
sangat jauh. Jadi apabila semisal bagian-bagian dari jam itu tidak bekerja
dengan baik maka tentu saja jam tersebut tidak akan berfungsi pula dengan baik.
Teori yang terkenal di dalam
sosiologi mengenai perubahan dalam masyarakat, yakni teori cultural lag dari
William F. Ogburn dalam Soekanto, 1982 : 350. Teori tersebut mulai dengan suatu
kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya di dalam
keseluruhannya seperti diuraikan sebelumnya, akan tetapi ada bagian yang tumbuh
cepat, sedangkan ada bagian lain yang tumbuhnya lambat.
Perbedaan antara taraf kemajuan
dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat itulah yang
dinamakan sebagai "cultural lag" (artinya ketinggalan kebudayaan).
Juga suatu lag terjadi apabila laju perubahan dari dua unsur masyarakat atau
kebudayaan (mungkin juga lebih) yang mempunyai korelasi (hubungan), tidak
sebanding, sehingga unsur yang satu dapat tertinggal dari unsur-unsur lainnya.
Pertama, sebagai suatu jangka
waktu antara terjadinya penemuan baru dan diterimanya penemuan baru itu.
Contohnya, Pemerintah Amerika Serikat telah menerbitkan suatu brosur mengenai
"lag"antara penemuan baru dengan penggunaan penemuan baru (pengetahuan
tentang pengobatan), yang antara lain isinya adalah bahwa setiap tahun 40.000
orang mati karena sakit kanker, hal mana sebenarnya dapat dicegah atau diobati,
dan demikian pula dengan orang-orang yang mati karena sakit jantung dan
sebagainya.
Kedua, dipakai untuk menunjuk
pada tertinggalnya suatu unsur tertentu terhadap unsur lainnya yang erat
hubungannya, misalnya kepadatan penduduk di kota-kota besar dan banyaknya
petugas-petugas keamanan yang diperlukan. Agar terjadi suatu keseimbangan, maka
salah satu unsur tersebut harus dirubah. Yakni, yang terlambat dipercepat
perkem-banganya, dan yang terlalu cepat diperlambat perkembangannya.
Sedangkan mana yang dipilih, maka
tergantung dari kemungkinankemung-kinannya, misalnya saja dalam hal hubungannya
antara bertambahnya penduduk di kota-kota besar dengan jumlah petugas-petugas
keamanan, maka kiranya kecil kemungkinannya untuk mengurangi penduduk, misalnya
dengan jalan mengusir penduduk dari kota-kota besar tersebut.
Sedangkan ketertinggalan yang
akan lebih menyolok adalah ketertinggalannya alam pikiran dengan perkembangan
teknologi yang sangat pesat, yakni sebagaimana yang banyak kita jumpai
khususnya di negara-negara berkembang saat ini (termasuk Indonesia). Suatu
contoh yang nyata adalah pemanfaatan teknologi internet guna mendapatkan
sumber-sumber informasi, yang merupakan salah satu hasil dari perkembangan
teknologi yang pesat di negara-negara yang telah maju.
Bagi negara-negara yang baru
berkembang, penggunaan internet sebagai sarana untuk mendapatkan informasi belumlah
umum dilakukan oleh masyarakatnya. Jikalaupun ada, maka hanyalah di kalangan
orang-orang terpelajar, dan itu terbatas di daerah-daerah kota saja, sebab
selain teknologinya masih mahal, termasuk membutuhkan fasilitas-fasilitas
tertentu guna dapat mengaksesnya (misalnya komputer), juga memerlukan
pengetahuan-pengetahuan tertentu, yang belum semua orang telah menguasainya.
Dengan demikian bagi kebanyakan
masyarakat di negaranegara berkembang, maka hal tersebut masihlah bersifat
awam, oleh karena belum banyak dikuasai (diperolehnya) segala
persyaratanpersyaratan yang dibutuhkn guna mendapatkan (mengakses) sumbersumber
informasi melalui teknologi canggih semacam internet tersebut.
Dampak Perubahan
Frontal;
·
anomie
= suatu keadaan sosial yang kacau akibat dari perubahan yang frontal dimana
nilai-nilai lama sudah tidak berlaku sedangkan rumusan nilai yang baru belum
terwujud akibatnya mansyarakat kehilangan pedoman hidup.
·
cultural
lag = atau ketertinggalan budaya adalah suatu sikap masyarakat yang tidak atau
belum siap secara mental dalam mengikuti perubahan
·
mostezo
culture = bentuk sikap sosial yang tidak tahu maksud arti dari perubahan itu
sendiri, misalnya fasilitas kipas angin di dalam KRD yang dipasang agar
penumpang nyaman, akan tetapi kipas angin tersebut habis dicuri penumpang untuk
dijual ke tukang besi loakan.
KESIMPULAN
Tidak ada kehidupan masyarakat
yang ,tidak terdapat nilai-nil dan norma-norma sosial, sebaliknya tidak akan
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berdiri tanpa ada rnasyarakat
pendukungnya. Nilai dan norma sosial merupakan hasil kesepakatan di dalam
kehidupan masyarakat yang antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya
terdapat karakter sosiokulutral yang berbeda-beda. Hal inilah yang
mengakibatkan timbulnya perbedaan konsep nilai-nilai dan norma sosial yang
berlaku di masing-masing kelompok. Di dalam struktur bangsa yang menganut asas
pluralisme, perbedaan konsep tentang nilai-nilai dan norma sosial adalah
menjadi sesuatu yang bersifat alat oleh sebab itu perlu dikembangkan sikap
saling memahami, menghargai, dan penuh toleransi antar penganut nilai-nilai dan
norma-norma sosial sebagai dasar untuk menciptakan perdamaian di dalam struktur
masyarakat pluralis. Tidak ada nilai dan norma yang berharga mati, dalam arti
setiap kelompok memiliki karakteristik nilai dan norma sendiri-sendiri, oleh
sebab itu sikap yang bijak adalah sikap yang memahami dan menghormati adanya perbedaan
sosiokultural.
Kehidupan masyarakat yang baik
adalah kehidupan masyarakat yang memiliki komitmen nilai-nilai dan norma-norrna
sebagai patokan untuk menjadi manusia-manusia yang beradab. Konsep tentang
sesuatu yang baik beserta pedoman untuk mencapai konsep tersebut pasti ada di
dalam setiap pribadi masing-masing individu. Manusia yang bermoral adalah manusia
yang menjunjung tinggi ideal beserta kepatuhan akan norma-norma sebagai pedoman
untuk mencapai kehidupan ideal tersebut. Nilai – nilai tentang sesuatu yang
baik,patut, layak sebagai tujuan kehidupan adalah fitrah yang bersifat Ilahiah
(adikodrati), sebab Sang Pencipta menciptakan manusia sebagai makhluk yang
berkepribadian dan memiliki hati nurani. Fitrah sosial itulah yang mesti
rnenjadi pedoman tata kelakuan sosial dalam menjaga keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada kehidupan masyarakat
yang statis, tiap kehidupan masyarakat pasti terdapat perubahan. Akan tetapi,
yang penting bukan perubahan itu sendiri, melainkan arti dan tujuan dari
perubahan itulah yang lebih penting. Dengan demikian, perubahan sosial itu baik
atau buruk tergantung dari tujuan perubahan jtu sendiri. Untuk mendapat hasil
dari perubahan yang baik, maka perubahan itu harus direncanakan, terutama
menyiapkan tingkat kesiapan mental manusianya sebagai subjek dari perubahan
agar perubahan tidak membawa ekses yang negatif. Perubahan yang baik adalah,
perubahan yang diren-canakan dengan seperangkat tujuan yang jelas, yaitu
pembangunan. Pengenalan akan nilai-nilai dan norma-norma sosial dalam bab ini
hendaknya menjadi penuntun bagi para pemelajar untuk menjadi manusia yang
merniliki kemarnpuan menata dirinya di dalam percaturan sosial, sehingga
manusia memiliki peradaban yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar