Senin, 17 Desember 2012

PERUNDANG UNDANGAN


BAB I
HUKUM, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN UNDANG-UNDANG
Ilmu hukum (rechtswetenschap) membedakan undang-undang dalam dua arti yaitu: arti materiil (wet in materiele zin) dan undang-undang dalam arti formal (wet’ in formelezin). Dalam arti materil, undang-undang merupakan setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat berwenang yang berisi tentang aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum. Sedangkan dalam arti formalnya, undang-undang merupakan keputusan tertulis sebagai hasil kerja sama antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum. Jadi kesimpulannya bahwa pengkajian mengenai peraturan perundang undangan mencakup segala bentuk peraturan perundang undangan baik yang dibuat pada tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dan karena peraturan perundang undangan adalah salah satu aspek dari hukum, maka pengkajian peraturan perundang undangan merupakan bagian dari pengkajian hukum.

BAB II
TEMPAT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM SISTEM HUKUM
Sistem hukum Eropa kontinental  berkembang di Eropa daratan. Perancis dapat disebut sebagai Negara yang terdahulu mengembangakan sistem ini. Sistem hukum kontinental mengutamakan hukum tertulis yaitu peraturann perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya. Dalam satu sistematika yang diupayakan selengkap mungkin dalam sebuah kitab undang-undang, penyusunan seperti ini disebut juga kodifikasi. Maka sistem ini sering juga disebut dengan sistem hukum kodifikasi. Pemikiran dari sistem hukum ini menyatakan bahwa, dalam suatu undang-undang akan baik jika memenuh beberapa syarat antara lain: Pertama ( Undang-undang harus bersifat umum, baik mengenai waktu, orang atau obyeknya), Kedua ( Undang-undang harus lengkap, tersusun dalam suatu kodifikasi). Sistem hukum kontinental lazimnya disebut sistem hukum sipil (the civil law sistem). Maksudnya untuk menjamin keteraturan dan kepastian hukum di lapangan keperdataan.
Sistem hukum anglo saxon tumbuh dan berkembang di Inggris, menyebar di Negara-negara di bawah pengaruh Inggris seperti Amerika serikat, Canada, Australia dan sebagainya. Sistem hukum Anglo saxon tidak menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sendi pokok utama sistemnya. Sendi utamanya terdapat pada yurisprudensi. Sistem hukum Anglo saxon berkembang dari kasus-kasus konkrit dan dari kasus konkrit tersebut lahir berbagai kaidah dan asas hukum.
Bertambah besarnya peranan peraturan perundang-undangan dapat terjadi karena beberapa hal antara lain sebagai berikut:
  1. Peraturan perundang-undagan merupakan kaedah hukum yang mudah dikenali (mudah ditelusuri).
  2. Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaedahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan lagi.
  3. Struktur dan sistematika peraturan Perundang-undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa lagi dan diuji baik dari segi formal maupun materi muatannya.
  4. Pembentukan dan pengembangan Peraturan Perundang-undangan dapat direncanakan.
Tetapi politik hukum di Indonesia diharapkan untuk masa yang akan datang, tidak lah perlu memilih antara kodifikasi dan non kodifikas; yang lebih penting adalah penentuan tujuan, arah, sasaran dan fungsi politik hukum seperti :
a.   apakah wawasan nusantara dibidang hukum harus senantiasa diarahkan pada unifikasi hukum diseluruh bidang kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia, ataukah sesuai prinsip bhineka tunggal ika, unifikasi akan berlaku secara selektif, artinya, unifikasi sebagai prinsip tanpa menutup kemungkinan diversifikasi sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
b.   apakah setiap gejala dan kepentingan harus diatur dalam undang undang. Ataukah ada bagian bagian yang akan dibiarkan diatur sendiri oleh masyarakat atau ditumbuhkan melalui peranan penegak hukum atau ilmu pengetahuan hukum.
c.   sejauh mana kah faktor atau gejala yang mendunia seperti globalisasi, privatisasi dan lain lain dapat dipertemukan dengan paham paham Indonesia seperti nilai nilai pancasila, prinsip kekeluargaan, keadilan sosial dan sebagainya.
d.   bagaimanakah perkiraan corak hukum atau peraturan perundangan Indonesia yang berdasarkan pancasila pada masyarakat industry Indonesia di masa datang.
e. bagaimanakah sistem pengorganisasian pembinaan hukum nasional yang dapat menjamin kesatuan kebijaksanaan, kesatuan perencanaan, kesatuan program dan sebagainya.
f.    bagaimanakah prinsip dan dasar penyusunan perencanaan dan program pembinaan hukum nasional yang terpadu dengan sector dan prioritas pembangunan lainnya.








BAB III
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK
Ada tiga dasar agar hukum mempunyai kekuatan yang berlaku dengan baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis dan filosofis. Ketiga unsur tersebut memang penting, karena setiap pembuat peraturan perundang-undangan berharap agar kaidah-kaidah yang tercantum menjadi sah secara hokum (legal validity) dan berlaku efektif sehingga dapat atau akan diterima masyarakat secara wajar dan berlaku untuk waktu yang panjang. Ternyata tidak semua peraturan perundang-undangan mencerminkan ketiga dasar tersebut. Peraturan Perundang-undangan yang kurang baik dapat juga terjadi karena kurang jelas perumusannya sehingga tidak jelas arti, maksud dan tujuannya.
Ditinjau dari sudut perancangan, keempat unsure (yuridis, sosiologis, filosofis dan tehnik perancangan) dibagi ke dalam dua kelompok utama yang sekaligus merupakan tahap-tahap dalam perancangan peraturan Perundang - undangan.

Tahap pertama: penyusunan Naskah Akademik.
Rancangan peraturan perundang-undangan disiapkan oleh instansi atau pejabat yang berwenang dalam perancangan atau pembuatan peraturan Perundang-undangan. Sedangkan naskah akademik disiapkan oleh mereka yang tidak memiliki kewenangan formal menyiapkan atau membuat peraturan perundang-undangan, misalnya oleh ahli-ahli dari universitas atau badan-badan non pemerintah seperti kantor konsultan. Yang terpenting ialah analisis akademik mengenai berbagai aspek dari peraturan perundang-undagnan yang akan dirancang. Pada tahap penyusunan naskah akademik itulah dasar-dasar yuridis, sosiologis, filosof akan mendapat pengkajian secara mendalam. Tetapi agar naskah akademik ini tidak merupakan kajian ilimiah semata, harus disertai dengan kerangka dan pokok-pokok isi yang akan dimasukan ke dalam peraturan perundang-undangan yang hendak di rancang.

Tahap kedua:  Tahap Perancangan
Tahap kedua ini mencakup aspek-aspek prosedural dan penulisan rancangan. Yang dimaksud dengan aspek-aspek prosedural adalah hal-hal seperti izin prakarsa (bila diperlukan), pembentukan panitia non departemen dan sebagainya. Sedangkan penulisan rancangan adalah menerjemahkan gagasan, naskah akademik, atau bahan-bahan lain ke dalam bahasa dan stuktur yang normatif. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik, perlu memperhatikan berbagai asas-asas (beginselen van behoorlijjke regelgeving). Van derv lies membedakan asas antara asas formal dan asas material.
Asas asas formal meliputi :
            1)         Asas tujuan yang jelas ( beginsel van duidelijke doelstelling )
            2)         Asas organ lembaga yang tepat ( beginsel van het juiste organ )
            3)         Asas perlunya peraturan ( het noodzakelijkheids beginsel )
            4)         Asas dapat dilaksanakan ( het beginsel van uitvoerbaarheid )
            5)         Asas konsesus ( het beginsel van de consensus )
Asas asas material
            1)         Asas terminology dan sistematika yang benar
            2)         Asas tentang dapat dikenali
            3)         Asas perlakuan yang sama dengan hukum
            4)         Asas kepastian hukum
            5)         Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual



BAB IV
BENTUK-BENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
                                                                          
Pengetahuan mengenai bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan sabgat penting dalam perancangan penyusunan peraturan perundang-undangan, karena:
            Pertama: Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan atau dasar yuridis yang jelas. Tanpa landasan atau dasar yuridis, peraturan perundang-undangan akan batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
            Kedua: tidak setiap peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan atau dasar yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan. Hanya peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk dapat dijadikan landasan atau dasar yuridis. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tata urutan (hierarki) peraturan perundang-undangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
            Ketiga: dalam pembentukan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinngi dapat menghapuskan peraturan perundang - undangan sederajat atau yang lebih rendah.
            Keempat: faktor betapa pentingnya pengetehuan mengenai peraturan perundang-undangan karena bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan senantiasa berkaitan dengan materi muatannya. Setiap penyusun peraturan perundang - undangan harus mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai hubungan antara materi muatan dengan bentuk atau jenis peraturan perundang - undangan.
  1. Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945)
            UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Karena itu dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, UUD 1945 diletakkan pada urutan pertama. Apabila UUD 1945 menentukan suatu materi muatan diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan tertentu, maka tidak perlu diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang lain. Setiap peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkatan lebih rendah atau yang bertentangan atau tidak sesuai ketentuan atau maksud dari UUD 1945 dapat dinyatakan batal (vernietigebaar).
            Rancangan UUD 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI menetapkan rancangan tersebut sebagai UUD yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia hingga 27 Desember 1949. UUD 1945 berlaku kembali melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Hingga sekarang belum ada perubahan-perubahan resmi (formal) terhadap UUD 1945. UUD 1945 dapat berubah melalui kebiasaan ketatanegaraan, dorongan yang timbul dari kekuatan tertentu, dan putusan pengadilan. Yang harus diperhatikan secara serius ialah jangan sampai perubahab secara material tersebut merusak atau meniadakan sendi-sendi utama dari UUD 1945.
2.      Ketetapan Majelis Permusyawarahan Rakyat (Tap MPR)
ketentuan-ketentuan yang tersirat dalam UUD 1945. Adanya ketentuan-ketentuan yang tersirat yang sekaligus mengandung kekuasaan tersirat diakui oleh setiap sistem UUD 1945.         
dasar bagi bentuk TAP MPR adalah praktek ketatanegaraan atau kebiasaan ketatanegaraan. “undang-undang ialah hokum dasar yang tertulis, sedang disampingnya undang-undang juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, Yang tidak tertulis seperti aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara, meskipun tidak tertulis.” Dalam ketentuan mengenai peraturan tata tertib MPR disebutkan bahwa Tap MPR bersifat mengikat ke dalam dank e luar MPR. Sedangkan putusan MPR yang semata-mata mengikat ke dalam disebut keputusan MPR.
     
3.  Undang-undang
            Undang-undang yaitu peraturan perundang-undangan yang dibentuk presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang dasar 1945 mengakui hak inisiatif DPR, dalam hal rancangan Undang-undang berasal dari DPR maka secara tersirat Presiden yang memberikan persetujuan dengan cara mengesahkan RUU tesebut menjadi undang-undang. Meskipun terdapat di urutan ketiga dalam tata urutan perundang-undangan,undang-undang merupakan salah satu sarana mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pembentukan hukum.
4.      Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang (Perpu)
            Perpu ditetapkan Presiden dan merupakan peraturan perundang-undangan yang bersifat darurat. Karena itu dalam konstitusi RIS dan UUDS 1950 disebut undang-undang darurat. Yang dimaksud dengan pengganti undang-undang,yaitu bahwa materi muatan perpu sama dengan materi muatan undang-undang. Dalam keadaan normal materi muatan tersebut harus diatur dengan undang-undang. Rumusan dalam UUDS 1950 yang menyebutkan undang-undang darurat dibuat dalam rangka mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah.
5. Peraturan pemerintah
            Peraturan pemerintah hanya berisi ketentuan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan yang telah terdapat di dalam undang-undang. Presiden bebas memilih antara bentuk Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden. Kebebasan disini bukan tidak terbatas, artinya dalam hal tertentu Presiden harus mempergunakan bentuk peraturan pemerintah bukan keputusan presiden.
            Seperti halnya undang-undang, peraturan pemerintah disusun berdasarkan prakarsa yang disetujui presiden. Penyusunan peraturan pemerintah disusun oleh panitia dari lembaga yang mewakili dari lembaga departemen maupun non departemen yang terkait.


6.      Keputusan Presiden
            UUD 1945 tidak mencantumkan secara tegas mengenai kewenangan Presiden membuat keputusan Presiden. Begitu juga dengan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Kewenangan membuat atau mengeluarkan keputusan melekat dengan sendirinya pada jabatan presiden. Keputusan presiden dapat dibuat baik dalam rangka melaksanakan UUD1945, Tap MPR, undang-undang, dan Peraturan Pemerintah. Luasnya pembuatan Keputusan Presiden baik nyang bersifat asli maupun merupakan delegasi dapat menimbulkan masalah-masalah.
            Keputusan Presiden yang berupa peraturan perundang-undangan dapat dikendalikan melalui pranata hak uji Mahkamah Agung, sayangnya wewenang Mahkamah Agung tidak mudah terlaksana.
7.      Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri
            Tap No.XX/MPRS/1966 menyebut peraturan menteri sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan,dalam prakteknya juga tedapat keputusan menteri. Yang diatur dalam Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri ialah:
Pertama: hanya dapat mengatur hal-hal yang secara tegas diperintahkan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Kedua: hanya boleh mengatur hal-hal prosedural administratif dalam lingkungan departemenya sendiri, seperti pengorganisasian, tata kerja, tata perizinan, tata permohonan dan sebagainya.
      8. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala daerah
            Peraturan daerah merupakan nama peraturan perundang-undangan tingkat daerah yang ditetapkan Kepala daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Susunan pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan. Peraturan daerah merupakan salah satu cirri daerah yang mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri(otonom). Di bidang otonomi ada beberapa petunjuk mengenai hal-hal yang dapat diatur dengan peraturan daerah:
Pertama, sistem rumah tangga daerah.
Kedua, ditentukan secara tegas dalam undang-undang pemerintahan daerah seperti, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pajak dan retribusi, ketentuan yang memuat sanksi pidana dan sebagainya.
Ketiga, urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatannya.


BAB V
KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
     
Setiap peraturan perundang-undangan pada umumnya disusun dalam kerangka structural sebagai berikut:
A.    Judul.
B.     Pembukaan.
C.     Batang tubuh.

A.    JUDUL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
      Judul peraturan perundang-undangan mempunyai arti yaitu untuk “memperkenalkan” suatu peraturan perundang-undangan kepada khalayak ramai. Karena sebagai unsur memperkenalkan maka judul harusn singkat dan jelas serta menderminkan isi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Judul dimuat dengan huruf kapital dan memuat:
1.      Jenis peraturan perundang - undangan.
2.      Nomor peraturan perundang - undangan.
3.      Tahun penetapan atau pembuatan peraturan perundang - undangan.
4.      Nama peraturan perundang - undangan.
Contoh judul peraturan perundang - undangan:
1.      UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1986
TENTANG
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
2.      Mempergunakan nama singkat (citeertitel)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR……TAHUN..….
TENTANG
PERATURAN DASAR POKOK-POKOK KEAGRARIAAN
(UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA)
3.      Perubahan peraturan perundang-undangan
PERATURAN DAERAH
PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAMBI
NOMOR….TAHUN….
TENTANG
PERUBAHAN YANG KEDUA PERATURAN DAERAH
NOMOR….TAHUN….TENTANG BEA BALIK NAMA
KENDARAAN BERMOTOR
4.      Pencabutan peraturan perundang-undangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR…. TAHUN….
TENTANG
PENCABUTAN UNDANG-UNDANG
      NOMOR…..TAHUN…..TENTANG CEK KOSONG
B. PEMBUKAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Pembukaan peraturan perundang-undangan terdiri atas:
a. Pencantuman: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA(ditulis dengan huruf kapital)
b. Pencantuman Pejabat Pembuat Peraturan Perundang-undangan
1. UNDANG-UNDANG     : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
2. PERATURAN DAEARAH: GUBERNUR KEPALA DAERAH PROPINSI DAERAH      TINGKAT SATU MALUKU
c. Konsiderans
Konsiderans didahului dengan kata “menimbang” berisi latar belakang dan alasan - alasan membuat peraturan baru. Apabila konsiderans terdiri lebih dari satu latar belakang atau alasan disusun secara alfabetik (a, b, c, dst).

d. Dasar hukum.
Dasar hukum merupakan peraturan perundang-undangan atau ketentuan dari suatu peraturan perundang0undangan yang menjadi dasar yuridis pembuatan suatu peraturan perundang-undangan.

C. BATANG TUBUH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Batang tubuh disini memuat bagian berisi norma yang merupakan isi muatan peraturan perundang-undangan. Batang tubuh tersusun sebagai berikut:
    1. Ketentuan umum
Ketentuan umum diletakan di BAB I dan memuat pengertian-pengertian yang berupa istilah tertentu yang akan dipergunakan dalam bagian-bagian lain dalam batang tubuh, singkatan-singkatan dan juga ketentuan-ketentuan yang bersifat umum.
    1. Ketentuan mengenai obyek yang diatur
Obyek yang diatur disusun dalam sistematika yang sesuai dengan luas lingkup dan pendekatan yang dipergunakan. Yang perlu diperhatikan yaitu, susunan tersebut harus menggambarkan satu kesatuan sistem,harus menggambarkan cara berpikir, mudah diamati, diketahui, dan dimengerti.
    1. Ketentuan sanksi (pidana atau administrasi).
Tidak semua peraturan perundang-undangan memuat ketentuan pidana, ada juga ketentuan pidana yang tergantung pada kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan. Pembentuk peraturan perundang-undangan dapat merumuskan sanksi keperdataan atau administrativ.


    1. Ketentuan peralihan
Ketentuan peralihan timbul sebagai cara mempertemukan antara asas mengenai akibat kehadiran peraturan baru dengan keadaan sebelum peraturan itu berlaku. Kalau asas ini diterapkan tanpa mempertimbangkan keadaan yang sudah berlaku, maka dapat timbul kekacauan hokum, ketidakpastian hukum atau kesewenang-wenangan hukum.
    1. Ketentuan penutup
Ketentuan penutup memuat:
·         Penunjukan organ atau alat perlengkapan dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan.
·         Nama singkat.
·         Pengaruh peraturan yang baru terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
·         Rumusan pengundangan atau pengumuman dan penandatanganan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar