1. Pendahuluan
Mata kuliah
Ilmu Budaya Dasar merupakan matakuliah wajib bagi Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Krisnadwipayana khususnya dan Fakultas lain pada umumnya. Paper
Ilmu Budaya Dasar merupakan salah satu Tugas atau prasyarat dalam menempuh Matakuliah
Ilmu Budaya Dasar. Sebagai tugas kedua, kami kelompok 2 mendapat Tugas menulis
Paper dengan judul Bentuk-bentuk
Penderitaan dan Cara mengatasi penderitaan.
Dan paper
ini akan di presentasikan di kelas dengan bimbingan Dosen Matakuliah Ilmu Budaya
Dasar yaitu Ibu Siti Masito, SH, MH. Atau dipanggil Ibu Iit. Kami telah
menyusun paper ini dengan bekerjasama dan saling mengisi satu sama lain,
sehingga paper ini dapat tersusun dengan baik. Paper ini terdiri dari
Pendahuluan, Bahasan Materi Kuliah Ilmu Budaya Dasar, Contoh kasus, pembahasan
Studi kasus, kesimpulan, penutup.
Kami
sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dosen Matakuliah
Ilmu Budaya Dasar yaitu Ibu Siti Masito, SH, MH. yang telah membimbing kami,
dan juga kepada teman2 kelompok 2 yang telah memberi masukan sehingga paper ini
dapat tersusun dengan baik.
2.
Materi Matakuliah Ilmu Budaya Dasar
Bentuk-bentuk Penderitaan dan Cara
mengatasi penderitaan
Bentuk dari penderitaan, dapat berupa penderitaan lahir/fisik maupun
penderitaan bathin/psikis. Dalam kedua penderitaan tersebut dapat saling
mempengaruhi, yaitu suatu penderitaan fisik dapat menyebabkan penderitaan
psikis, misalnya:
·
seseorang yang menderita sakit parah dan sulit untuk disembuhkan
dapat menyebabkan gangguan kejiwaan atau mengalami stress. Sebaliknya,
seseorang yang sedang mengalami kesedihan yang mendalam, misalnya karena
ditinggal mati orang yang sangat dicintainya, atau ketakutan yang sangat,
misalnya phobia tertentu, dapat mengalami gangguan kesehatan fisik.
Dalam
menerima suatu penderitaan adalah subyektif bagi tiap individu. Hal ini tergantung pada tinggi
rendahnya toleransi individual, sehingga mengandung gradasi dalam penghayatannya.
Hal-hal yang dapat membuat seseorang menderita antara lain
adalah siksaan dan kekalutan mental. Bentuk-bentuk siksaan secara psikis adalah
kebimbangan, kesepian dan ketakutan. Kebimbangan dialami seseorang bila ia pada
suatu saat tidak dapat menentukan pilihan mana yang akan diambil. Kesepian
adalah suatu rasa sepi dalam dirinya atau jiwanya walaupun ia di lingkungan
yang ramai. Ketakutan merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami siksaan bathin. Bila rasa takut itu dibesar-besarkan dengan tidak
pada tempatnya, disebut sebagai phobia. Bentuk-bentuk phobia antara lain,
claustrophobia (di ruang tertutup), agora phobia (di tempat terbuka), gamang
(di tempat tinggi), kegelapan, kesakitan, kegagalan, dll.
Kekalutan mental merupakan gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan
seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan
bertingkah secara kurang wajar. Hal ini dapat terjadi karena seseorang
mempunyai kepribadian yang lemah, terjadinya konflik sosial budaya, atau cara
pematangan bathin (pendewasaan) yang salah dengan memberikan reaksi yang
berlebihan terhadap kehidupan sosial (a.i. over acting, over compensate, emotional, under acting). Penderita kekalutan
mental banyak terdapat di kota-kota besar, anak-anak muda, wanita, orang yang
tidak beragama, orang yang terlalu mengejar materi/kekuasaan.
Apabila seseorang mengalami kekalutan mental ada yang memberikan
reaksi secara positif dan ada yang negatif. Untuk yang positif adalah “dijawab”
secara baik untuk dapat tetap survive, sedangkan yang negatif adalah menjadi
frustrasi. Untuk dapat menghindarkan diri dari frustrasi antara lain dapat dilakukan
dengan memelihara kebersihan jiwa, melatih berfikir dan berbuat wajar, berani
mengatasi kesulitan, dan berkomunikasi.
Akhirnya, secara umum manusia ingin bebas dari
penderitaan, karena itu selalu berupaya untuk “melepaskan diri” dari
keadaan-keadaan yang memberikan pengalaman tersebut, dalam bentuk-bentuk:
a.
Perilaku nyata, yaitu menghindar atau menjauhkan diri dari keadaan-keadaan
yang disadari dapat memberi pengalaman tersebut (mengandung antisipasi);
b.
“Mencairkan” makna penderitaan, meyakini bahwa setiap pengalaman
yang tidak dikehendaki memuat hikmah tertentu. Yang dimaksud di sini adalah
penderitaan diterima sebagai kenyataan tetapi diperkecil nilai bebannya, atau
diterima sebagai kenyataan tetapi ditafsirkan sebagai sesuatu yang bemilai di
kemudian hari.
c.
Menolak kenyataan sebagai mekanisme pertahanan diri (defence
mechanism; escape mechanism)
Studi Kasus
KUALA LUMPUR (SI) –
Kasus penyiksaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri kembali
terjadi. Kali ini, Siti Hajar, pembantu rumah tangga asal Garut, Jawa Barat,
disiksa dan tidak dibayar selama 34 bulan oleh majikannya di Malaysia.
”Menurut pengakuan
Siti Hajar,dia selalu disiksa,disiram air panas,dipukul dengan benda keras
hingga mengalami luka parah,”ujar Duta Besar RI untuk Malaysia Da`i Bachtiar
dalam jumpa pers di Kuala Lumpur,Malaysia,Senin (8/6) sore. Da`i menjelaskan
penyiksaan itu kepada pers setelah majikan Siti Hajar, Hau Yuang Tyng atau
biasa dipanggil Michelle, diserahkan ke polisi Malaysia untuk diperiksa dan
diproses secara hukum.
Adapun Siti Hajar
kemudian dibawa ke Rumah Sakit Universitas Malaya untuk menjalani visum. Siti
Hajar, warga Desa Limbangan Barat, Garut, Jawa Barat, mulai bekerja sebagai
pembantu rumah tangga sejak 2 Juli 2006. Di majikan pertama, dia hanya bekerja
lima hari. Dengan majikan kedua,Michelle,dia sudah bekerja selama 34 bulan.
Selama kurun tersebut, Siti Hajar tidak pernah menerima gaji yang besarnya
mencapai 500 ringgit per bulan.
”Sejak awal Siti
Hajar sering disiksa, tapi makin lama siksaannya makin keterlaluan sehingga
korban mengalami luka parah,”kata Da’i. Minggu (7/6) malam, Siti Hajar berhasil
kabur dari rumah majikannya dan naik taksi menuju Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur. Oleh sopir taksi, korban diberi uang 10
ringgit. ”Kami mengucapkan terima kasih kepada sopir taksi tersebut,” kata
Da`i.
KBRI kemudian
melakukan advokasi ke Siti Hajar sejak Senin (8/6) pagi pukul 08.30 waktu
setempat. Setelah mendengarkan keterangan Siti Hajar, KBRI kemudian memanggil
Michelle yang kemudian datang ke KBRI sekitar pukul 11.00 waktu Malaysia. ”Di
KBRI, Michelle mengakui semua tindakan penyiksaan seperti yang diceritakan Siti
Hajar. Dia juga menangis meraung-raung sambil memohon maaf kepada Siti
Hajar,”kata Da`i. Majikan Siti Hajar mengakui dirinya orang yang temperamental
dan cepat marah. Michelle mengaku menjadi orangtua tunggal dengan dua anak.
Dia bersedia membayar
gaji Siti Hajar selama 34 bulan yang mencapai 17.000 ringgit. ”Kami menuntut
majikan agar membayar gajinya sebesar 17.000 ringgit dan juga menuntut agar
kasus ini dibawa ke pengadilan,” kata Da`i. Di Jakarta, Juru Bicara Departemen
Luar Negeri Teuku Faizasyah mengungkapkan, majikan Siti Hajar,Michelle, telah
diserahkan ke polisi Malaysia untuk diperiksa dan diproses berdasarkan hukum.
”Sudah dalam laporan
polisi sehingga kita hormati saja kasus hukumnya,” ujarnya ketika dihubungi
harian Seputar Indonesia (SI) tadi malam. Menurut Jumhur, demi memastikan dan
mendapatkan informasi lebih lengkap terhadap kasus ini, dia akan bertolak ke
Malaysia pada Jumat (12/6) untuk menemui Siti Hajar dan Duta Besar (Dubes) RI
untuk Malaysia. ”Kita juga ingin memastikan agar perbaikan perlindungan
terhadap TKI ke depan bisa lebih baik lagi,” tuturnya. Berdasar penelusuran
BNP2TKI,ujar Jumhur, Siti Hajar masuk ke Malaysia pada 2003 melalui perusahaan
pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) resmi.
Paman Siti Hajar, Uti
Sutisna, 56,saat ditemui wartawan di rumahnya di Garut, kemarin, menuturkan,
kabar penyiksaan terhadap Siti Hajar sangat mengejutkan keluarga. Pasalnya,
sejak diberangkatkan oleh PT Mangga Dua Mahkota ke Malaysia pada 28 April 2006
lalu, Siti Hajar tak pernah memberi kabar.Tiba-tiba pihak keluarga mendapat
kabar dari Polres Garut dan Polsek Limbangan pada Senin (8/7) malam sekitar
pukul 22.30 WIB bahwa Siti Hajar disiksa majikannya.
Pihak keluarga
kemudian melakukan kontak via telepon dengan KBRI di Kuala Lumpur. Dalam
perbincangan itu,KBRI menyatakan, Siti Hajar saat ini sedang dirawat di rumah
sakit. ”Awalnya keluarga tidak percaya atas kabar tersebut.Namun setelah
melibat tayangan televisi, barulah percaya dan Pak Da’i (Da’i Bachtiar) meminta
keluarga agar jangan panik karena pihak KBRI akan mengurus semuanya,” ujar Uti.
”Jangankan mengirim
uang untuk menghidupi kedua anaknya,mengirim surat pun tak pernah,”katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut mendesak pemerintah untuk
memperjuangkan nasib Siti Hajar di Malaysia. “Ini saatnya pemerintah
membuktikan tugasnya dalam melindungi warga negara,”ujar Wakil Ketua Komisi A
DPRD Garut Ahab Sihabudin.
(NST/The Star/ant/
andika hm/ rendra hanggara/ dede ibin muhibbin)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/245806/38/
Diposkan oleh Andika Hendra Mustaqim di 02.20
Analisis Kasus
Kasus
Siti Hajar bukanlah kasus yang pertama dialami buruh migran Indonesia. Sudah
sangat banyak yang mengalaminya. Kasus-kasus
kekerasan terhadap buruh migran kami kira sudah menjadi sebuah luka yang amat
sangat menyakitkan, sehingga harus diselesaikan secara sistematis. Yang paling
mungkin kita lakukan untuk mengatasi masalah ini adalah melalui peraturan.
Sekalipun legalistis, upaya ini bisa menjadi rujukan bahwa kita memang memiliki
aturan mengenai masalah ini, dan ini bisa menjadi titik awal mengatasi
persoalan tersebut. Kita harus menyadari bahwa ini merupakan kasus yang
direproduksi terus menerus sehingga upaya penanganannya tidak bisa secara
kasuistik tetapi melalui pengaturan yang sistematik, mendorong
peraturan-peraturan baik di tingkat lokal dan nasional untuk mengatur buruh
migran.
Harusnya
ada pendidikan yang sistematis bagi para calon tenaga kerja migran, misalnya
tentang hak dan kewajiban mereka, keterampilan yang harus dimiliki dan
sebagainya. Masalah ini menurut saya harus diatur, karena tidak ada satu
kegiatan pendidikan pun yang dilakukan secara sistematis bagi mereka. Harus ada pengaturan standar agar tidak
terjadi eksploitasi. Yang kita hindari adalah perbudakan dan pelecehan seksual.
Harus juga menyeimbangkan dengan situasi ekonomi di negara kita, disesuaikan
dengan penghasilan majikan, misalnya. PRT memang belum banyak dibicarakan
hak-hak dasarnya. Misalnya saja, pada saat pra keberangkatan, hak-hak dasar
mereka belum diangkat. Mereka punya hak-hak dan kerentanan yang spesifik,
misalnya pelecehan seksual, perkosaan, eksploitasi, dll, dan hal ini harus
diangkat agar tidak terjadi perbudakan PRT mengingat mereka bekerja di ranah
privat. Terakhir, sebagai catatan, situasi ekonomi keluarga yang memperkerjakan
mereka juga harus dipertimbangkan.
Kesimpulan
.
Melihat kasus-kasus TKW di Malaysia selama ini, para pakar hukum indonesia
menghimbau kepada semua pihak yang berwenang supaya turun tangan dan dengan
kedua tangan terbuka marilah kita menanggapi masalah ini dengan serius,
bijaksana dan tegas. Seharusnya pihak pemerintah Kerajaan Malaysia
memfasilitasi peraturan perundangan bidang Tenaga Kerja ini dengan peraturan
yang lebih spesifik, yakni bahwa TKW muslim seharusnya bekerja pada (majikan) muslim, supaya hak-hak
religi dan sosial TKW muslim dapat terjamin pelaksanannya dengan baik, seperti
shalat, makanan halal dan dan begitu juga para tenaga kerja yang memeluk
keyakinan lain.
Selain itu, pihak pemerintah
Indonesia juga harus secara intensif melakukan pengawasan melalui KBRI
(Kedutaan Besar Republik Indonesia) di Malaysia. Seberapa jauh pelaksanaan
pengawasan TKW oleh KBRI perlu dikaji
secara mendalam guna kepentingan perlindungan TKW tercinta kita, jangan
sampai hanya "devisa diharap, luka melarat didapat". Kita perlu
menegakkan hukum, laksanakan UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri dengan konsekwen dan adil.
Penutup
Demikian paper
kelompok 2 kami persembahkan, apabila ada hal yang perlu didiskusikan mohon
bimbingan Ibu dosen yang kami hormati.
Terima
kasih…..
MATA KULIAH : ILMU
BUDAYA DASAR
TUGAS 2
BENTUK-BENTUK
PENDERITAAN DAN CARA MENGATASI NYA
Kelompok 2
Nama
: 1. Tri Cahyo Wibowo (1233
001 190)
2. Puput Santika (1233.001
189)
3. Heri S Umbara (1233
001 185)
4. Hilman Anggriawan (1233
001 194)
5. Andro Setiawan (1233
001 200)
6. Tomson Pargaulan S (1233 001 191)
7. Ita Novita Arianti (1233
001 186)
8. Ulfa Siska D (1233
001 187)
9. Dwi Rahayu W (1233 001 195)
10. Dwi Apriliannisa R (1233 001 183)
KELAS
202
13
APRIL 2013
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
KRISNADWIPAYANA
JL.
RAYA JATIWARINGIN PODOK GEDE JAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar