KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan
kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Hukum,
HAM dan Demokrasi Dalam Islam”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Bahasa Indonesia Hukum Universitas
Krisnadwipayana.
Dalam Penulisan makalah ini kami
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
1. HUKUM...................................................................................................................5
A. Pengertian Hukum Islam..........................................................................................5
B. Ruang Lingkup Hukum Islam..................................................................................5
C. Tujuan Hukum Islam................................................................................................7
D. Sumber Hukum Islam..............................................................................................8
E. Kontribusi Umat Islam Dalam
Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam................9
F. Fungsi Hukum Islam Dalam
Kehidupan Masyarakat..................................................10
2. HAK ASASI MANUSIA MENURUT
ISLAM...........................................................11
A. Pengertian Hak Asasi Manusia................................................................................11
B. Hak-Hak Asasi Manusia Menurut
Pandangan Islam dan Barat.................................16
3. DEMOKRASI DALAM ISLAM..............................................................................18
BAB III PENUTUP.....................................................................................................20
A. Kesimpulan...............................................................................................................20
B. Saran.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................22
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Jika
kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia
itu sendiri seperti:
1)
Hukum
adat
2)
Hukum
pidana dan sebagainya.
Berbeda
dengan sistem hukum yang lain, hukum islam tidak hanya merupakan hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu
massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyunya yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui
sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan
hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang lain.
Adapun
konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum
tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda
dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
bermasyarakat, dan hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya.
Kita
berlanjut ke Hak asasi manusia dalam Islam, HAM dalam Islam berbeda dengan hak
asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan
kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah
saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram
atas kamu." Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak
asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai
contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu
tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim.
Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara
diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini.
Umat
Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi. Di saat yang sama,
demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini masih belum diterima
secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa menerima tanpa reserve, sementara
yang lain, justeru bersikap ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama
sekali. Tak sedikit sebenarnya yang tidak bersikap sebagaimana keduanya.
Artinya, banyak yang tidak mau bersikap apapun. Kondisi ini dipicu dengan
banyak dari kalangan umat Islam sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam
memandang demokrasi. Di bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi dalam
perspektif Islam. Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya
Hukum, HAM dan Demokrasi menurut ajaran islam.
B. Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi fokus
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1.
Bagaimana
ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di Indonesia
2.
Bagaimana
hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan Barat
3.
Bagaimana
pelaksanaan demokrasi dalam Islam
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama Islam di
Indonesia
2.
Untuk
memahami hak-hak asasi manusia menurut pandangan dalam Islam dan pandangan
Barat
3.
Untuk
mengetahui pelaksanaan demokrasi dalam Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
1. HUKUM
A. Pengertian
Hukum Islam
Hukum
adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku
manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara
tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak
tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan
perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan harta benda.
Sedangkan
hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam.
Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum
tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
B. Ruang
Lingkup Hukum Islam
Hukum
islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua bagian
besar, yaitu:
1. Ibadah
(mahdhah)
Adalah
tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam
menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan
ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun
dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan
oleh RasulNya. Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan
dan perombakan secaara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat.
Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam
pelaksanaannya.
2. Muamalah
(ghairu mahdhah)
Adalah
ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun
ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka
untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha
itu.
Bagian - Bagian Hukum Islam :
a) Munakahat
Hukum
yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.
b) Wirasah
Hukum
yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta
warisan daan cara pembagian waarisan.
c) Muamalat
Hukum
yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia
dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan
lain-lain.
d) Jinayat
Hukum
yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik
dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau
perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya.
e) Al-ahkam
as-sulthaniyah
Hukum
yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan
pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya.
f) Siyar
Hukum
yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan
negara lain
g) Mukhassamat
Hukum
yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara
Sistematika hukum islam daapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum
peronrangan
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum
kebendaan)
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara
perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum
tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum
internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah
wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
C. Tujuan
Hukum Islam
Tujuan
hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah
terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi
merumuskan lima tujuan hukum islam:
1. Memelihara
agama
Agama
adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh martabatnyadapat
terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya.
Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan
agama sesuai dengan keyakinannya.
2. Memelihara
jiwa
Menurut
hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak manusia
untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai
penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh
manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3. Memelihara
akal
Islam
mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai peranan
sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan dapat
menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal sehat.
(QS.5:90)
4. Memelihara
keturunan
Dalam
hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu,
meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang
ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahaan. (Qs.4:23).
5. Memlihara
harta
Menurut
ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk kelangsungan
hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya
untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan benar
menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder,
maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).
D. Sumber
Hukum Islam
Di
dalam hukum islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa
oleh syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifat alternatif.
Sumber tertib hukum Islam ini secara umumnya dapat dipahami dalam firman Allah
dalam QS. An-nisa: 59:
"Wahai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di antara kamu.
Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia pada Allah
(al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kapada Allah dan
hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
(akibatnya)".(QS. An-nisa: 59)
Dari
ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan
hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1)
Selalu
menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2)
Menaati
Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3)
Menaati
ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4)
Mengenbalikan
kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Secara
lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1)
Al
Quran
2)
Sunah
atau hadits Rasul
3)
Keputusan
penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun
qadli (yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif
(ijma’)
4)
Mencari
ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi
kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu pula hukum
islam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1)
Dalil
Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2)
Dalil
Aqli yaitu pemikiran akal manusia.
E. Kontribusi
Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
1.
Al-
tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah
sepanjang masa
2.
At-tathawwur
(berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi sosial.
Dilihat
dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke
Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat baru
diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat
Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk
sifatnya. Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai
kerajaan nusantara, maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan
tersebut dan tersebar menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Secara
yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali pada saat
proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui
berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin
islam untuk kembali menjalankan hukum islam bagi umat islam berkobar.
Dalam
pembentukan hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk pertama
kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang
di dalam dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan
untuk persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada
tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha
esa”.
Meskipun
demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukum islam telah
benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridis. Dengan demikian kontribusi umat islam dalam
petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Adapun upaya yang harus dilakukan
untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu melalui
proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu keebijakan
sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum harus
ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan
hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya
suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi wajib pula menurut
perundangan.
F. Fungsi
Hukum Islam Dalam Kehidupan Masyarakat
Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan
pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan
dan dinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial memiliki
kepentingan. Namun demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain,
bahkan mungkin bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan
konflik. Maka hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapat
dicapai secara adil, maka dibutuhkan penegakan aturan main tersebut. Aturan
main itulah yang kemudian disebut dengan hukum islam yang dan menjadi pedoman
setiap pemeluknya.
Dalam hal ini hukum islam
memiliki tiga orientasi, yaitu:
a.
Mendidik
indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b.
Menegakkan
keadilan (iqamat al-‘adl),
c.
Merealisasikan
kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi
tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam
kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat
yang kekal abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan
kesempurnaan hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan
kerusakan dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan
kepentingan hubungan antara Allah dengan makhluknya maupun kepentingan
orientasi hukum itu sendiri. Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam
empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi
ibadah
Dalam
adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepadaKu". Maka dengan daalil ini fungsi ibadah
tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2) Fungsi
amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka
setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk
mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3) Fungsi
zawajir (penjeraan)
Adanya
sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga
dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut
melakukan kejahatan.
4) Fungsi
tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan
hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk
menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan
pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal
dengan istilah fungsi enginering social.
Keempat
fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum
tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.
2. HAK
ASASI MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian
Hak Asasi Manusia
Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia
semenjak ia berada dalam kandungan sampai meninggal dunia yang harus mendapat
perlindungan. Istilah HAM menurut Tolchach Mansoer mulai populer sejak lahirnya
Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Walaupun ide HAM
sudah timbul pada abad ke 17 dan ke 18 sebagai reaksi terhadap keabsolutan
raja-raja dan kaum feodal di zaman itu. Ide hak asasi manusia juga terdapat
dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Ada perbedaan prinsip
antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam.
Hak
asasi manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris
artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia sangat
dipentingkan. Sedangkan dalam Islam hak-hak asasi manusia bersifat teosentris
artinya segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat
dipentingkan. Dalam hubungan ini A.K Brohi menyatakan: “Berbeda dengan
pendekatan Barat”, strategi Islam sangat mementingkan penghargaan kepada
hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari
kesadaran keagamaan yang terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa
penganut-penganutnya. Perspekitf Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.
Pemikiran
barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur
segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi
tolok ukur sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya.
Oleh
karena itu dalam Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya menekankan kepada
hak-hak manusia saja, tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk
mengabdi hanya kepada Allah sebagai penciptanya. Aspek khas dalam konsep HAM
Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak
jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan
suatu negara Islam pun tidak dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki
seseorang. Negara harus terikat memberikan hukuman kepada pelanggar HAM dan
memberikan bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang
dilanggar HAM nya telah mema’afkan pelanggar HAM tersebut.
Prinsip-prinsip HAM yang
tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights diungkap dalam berbagai
ayat antara lain :
1. Martabat
manusia
Dalam
Al Qur’an disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang
tinggi. Kemulian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada
makhluk lain. Martabat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia,
pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.
·
Q.S
Al Isra’ (17) ayat 70. Artinya : “ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan…”
·
Q.S
Al Maidah (5) ayat 32. Artinya : “ …Barang siapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya…”
Mengenai
martabat manusia ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human
Rights dalam Pasal 1 dan Pasal 3.
·
Pasal
1 menyebutkan, ”...Semua makhluk manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai
hak-hak serta maratabat yang sama …”
·
Pasal
3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup, berhak akan kemerdekaan dan
jaminan pribadi...”
2. Persamaan
Pada
dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu
ukuran yang dapat membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain,
yakni ketaqwaannya.
·
Q.S
Al Hujurat (49) ayat 13. Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari jenis laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Prinsip persamaan ini dalam Universal
Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
·
Pasal
6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak mendapat pengakuan di mana saja sebagai
seorang pribadi di muka hukum...”
·
Pasal
7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka hukum dan berhak atas perlindungan
yang sama di muka hukum tanpa perbedaan…”
3. Kebebasan
menyatakan pendapat
Al
Qur’an memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal pikiran mereka
terutama untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus
ditujukan kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan kebenaran. Agama
Islam sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai
dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk
menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggungjawabkan.
·
Q.S
Ali Imran (3) ayat 110. Artinya : “...Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar…”
·
Hak
untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration
of Human Rights Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan mempunyai dan
melahirkan pendapat…”
4. Kebebasan
beragama
·
Prinsip
kebebasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah
(2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam…” Dan Q.S
Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya : “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
·
Dari
ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi
kebebasan beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari Universal Declaration
of Human Rights, yang menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka
berfikir, berperasaan, dan beragama …”
5. Hak
jaminan sosial
Di
dalam Al Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas
hidup bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan
fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang
punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang
yang kaya saja. Seperti dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51)
ayat 19. Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
·
Q.S
Al Ma’arij (70) ayat 24. Artinya : “ Dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu.”
Dalam
Al Qur’an juga disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk
menunaikan zakat. Tujuan zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan
dan menciptakan pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila
jaminan sosial yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan
Pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai
anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”
6. Hak
atas harta benda
Dalam
hukum Islam hak milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat
dan martabat, jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan
kewajiban penguasa. Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun,
tidak diperbolehkan merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan
umum, menurut tatacara yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah
memberikan sanksi yang berat terhadap mereka yang telah merampas hak orang
lain, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya :
“Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
…”
Hal ini sesuai dengan Pasal 17
dari Universal Declaration of Human Rights menyebutkan:
·
Ayat
(1) Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama orang
lain.
·
Ayat
(2) Tidak seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.
B. Hak-Hak
Asasi Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
Manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang
disebut hak asasi. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri
pribadi, peranan dan sumbangsinya bagi kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi
Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia.
Dilihat
dari sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM
dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang
mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut, menjadi
dibatasi kekuasannya dan mulai dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka
hukum. Selanjutnya diikuti dengan lahirnya Bill of Right di Inggris tahun 1689
dengan adigium bahwa manusia sama di muka hukum. Perkembangan HAM selanjutnya
ditandai munculnya The American Declaration of Independence, The French
Declaration tahun 1789 dan terakhir lahirnya rumusan HAM yang bersifat universal
yang dikenal dengan The Universal Declaration Of Human Rights tahun 1948
disahkan langsung oleh PBB.
Ada
perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan
barat dan Islam. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat
antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga
manusia sangat dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam
berisfat teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga
Tuhan sangat dipentingkan.
Pemikiran
Barat menempatkan manusia pada psosisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur
segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi
tolok ukur segala sesuatu, sedangkan manusia letak perbedaan yang fundamental antara
hak-hak asasi menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi menurut pola
ajaran Islam.
Dalam
konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas
kepada Allah, karena ia harus mematuhi hukum-Nya. Namun secara paradoks, di
dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Manusia
diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah sebagaimana dinyatakan
dalam Al-Qur’an surat Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dari
ketentuan ayat di atas, menunjukan manusia mempunyai kewajiban mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan
kepada umat manusia dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1) huququllah (hak-hak Allah) yaitu
kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam sebuah ritual
ibadah
2) huququl’ibad (hak-hak manusia)
merupakan kewajiban-kewaajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap
makhluk-mahkluk Allah lainnya.
Hak
Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan kedalam
dua kategori yaitu :
1) HAM dasar yang telah
diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2) HAM yang dianugerahkan oleh
Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda dalam situasi tertentu. Status,
posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak khusus bagi non muslim, kaum
wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti hak hidup, hak-hak milik,
perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan pribadi dan sebagainya.
The
Universal Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa, untuk
menghargai Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup banyak
melanggarnya. Dengan demikian para ahli hukum Islam mengemukakan “Universal
Islamic Declaration Human Right”, yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam
terdiri XXIII Bab dan 63 pasal yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia antara lain :
(1) hak hidup
(2) hak untuk mendapatkan kebebasan
(3) hak atas persamaan kedudukan
(4) hak untuk mendapatkan keadilan
(5) hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap
penyalahgunaan kekuasaan
(6) hak untuk mendapatkaan perlindungan dari
penyiksaan
(7) hak untuk mendapatkan perlindungan atas
kehormatan nama baik
(8) hak untuk bebas berpikir dan berbicara
(9) hak untuk bebas memilih agama
(10) hak untuk bebas berkumpul
dan berorganisasi
(11) hak untuk mengatur tata
kehidupan ekonomi
(12) hak atas jaminan sosial
(13) hak untuk bebas mempunyai
keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
(14) hak-hak bagi wanita dalam
kehidupan rumah tangga
(15) hak untuk mendapatkan
pendidikan dan sebagainya.
3. DEMOKRASI
DALAM ISLAM
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein bermakna
kekuasaan. Karena kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat,
oleh karena itu demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan
mutlak dan Ke-Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan
manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang
dengannya para cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan
pengakuan terhadap kadaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia,
dan kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah.
Penjelasan
mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak memberikan perhatian
pada beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik. Demokrasi Islam
dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama
berurat berakar yaitu:
1. Musyawarah
(syura)
Perlunya
musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh karena itu
perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin
musyawarah. Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa
dan berakal sehat, baik pria mauoun wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam
bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan
pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara. Kemestian
bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat
Al-syura ayat 3 :
“Dan orang-orang yang menerima
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).
2. Persetujuan
(ijma)
Ijma
atau konsensus telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum
Islam. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum
Islam dan memberikan sumbangan pemikiran sangat besar pada korpus hukum atau
tafsir hukum.
Konsensus
dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi
Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang
mengakui suara mayoritas. Atas dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi
sekaligus prosedur dalam suatu demokrasi Islam.
3. Penilaian
interpretative yang mandiri (itjihad)
Upaya
ini merupakan langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat
atau waktu. Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia
kebebasan untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai
dengan semangat dan keadaan zamannya. Itjihad dapat berbentuk seruan untuk
melakukan pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis,
pendekatan kitalah yang telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah selayaknya
dilakukan pemikiran ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya
eksplorasi, inovasi dan kreativitas.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa musyawarah, konsensus dan itjihad merupakan
konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam
kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
Sehingga antara hukum, Hak Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep
yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat utama
terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan hukum dan perlindungan Hak Asasi
Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM setiap warga masyarakat
tidak terpenuhi. Sedangkan pemeunuhan dan perlindungan HAM akan terwujud
apabila hukum ditegakkan, karena Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan
pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus
diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum hukum Islam
berorientasi pada perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Artinya hukum Islam bertujuan pada pemeliharaan agama, menjamin, menjaga dan
memelihara kehidupan dan jiwa, memelihara kemurnian akal sehat dan menjaga ketertiban
keturunan manusia serta menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan
hidup umat manusia.
2. Hak Asasi Manusia menurut
pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu
berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat dipentingkan. Sedangkan
ditilik dari sudut pandang Islam bersifat teosentris, artinya, segala sesuatu
berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
3. Hak Asasi Manusia dan demokrasi
merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan karena
salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan hukum dan
perlindundgan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh apabila HAM
setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM
akan terwujud apabila hukum ditegakkan.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Sebagai umat Islam hendaknya
memahami hukum Islam dengan baik, karena hukum ini mengatur berbagai kehidupan
umat manusia untuk mencapai kemaslahatan.
2. Setiap manusia hendaknya
menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia, karena hak ini sebagai dasar yang melekat
pada diri tiap manusia.
3. Dalam mengamalkan ajaran Islam
secara menyeluruh, baik dibidang hukum, hak dan kewajiban asasi manusia, serta
kehidupan berdemokrasi hendaknya berdasarkan prinsip-prinsip yang diajarkan
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
- Abdul Ghani Abdullah, Pengantar
Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Jakarta, Gema Insani Press, 1994.
- Dahlan Idhamy, Karakteristik
Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.
- Departemen Agama RI, Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta : Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam, 2001.
- Hamdan Mansoer, dkk, Materi
Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam, 2004.
- Hasby Asy-Shidiqiy, Falsafah
Hukum Islam, Yogyakarta Bulan Bintang 1975.
- Husain, syekh syaukat, Hak asasi
– manusia dalam islam, Jakarta. Gema Insani perss, 1991
- Lopa, Baharuddin. Al Qur’an dan
Hak Azasi Manusia, Yogyakarta, PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1999
- Ilyas, Muhtarom. Pendidikan Agama
Islam, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009
- Pramudya, Willy, Cak Munir,
Engkau Tak Pernah Pergi, Jakarta: GagasMedia 2004.
Sangat lengkap penjelasan tentang HAM dalam Islam yang sedang saya cari... Terima kasih
BalasHapus