Senin, 17 Desember 2012

LEASING

Pengertian batasan dan macam – macam leasing

            Sebelum kita melangkah pada pembahasan aspek – aspek hukum pada leasing pesawat udara, ada baiknya diberikan suatu pengantar ringkas mengenai pengertian,  batasan dan mcam – macam leasing. Pemahaman akan hal – hal tersebut akan memudahkan upaya pembahasan selanjutnya.

Menurut SK bersama Menteri keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor KEP-122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/1974 dan Nomor 30/Kpb/I/74 tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, leasing diartikan sebagai berikut :
“leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal utuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut umtuk membeli barang – barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati.”
Dari pengertian leasing sebagaimana tersebut diatas, ada beberapa unsure dalam kegiatan leasing, yaitu :
1.      Adanya suatu kegiatan pembiayaan berupa penyediaan barang – barang modal.
2.      Adanya suatu jangka waktu tertentu (umumnya tidak melebihi jangka waktu produktif barang modal tersebut)
3.      Adanya suatu pembayaran berkala.
4.      Adanya hak pilih (optie) pada lessee untuk membeli barang modal tersebut atau memperpanjang jangka waktu leasing dengan nilai sisa yang disepakati bersama.
Dari unsure – unsure dalam pengertian leasing sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada hakekatnya leasing merupakan suatu suatu bentuk khusus dari sewa – menyewa. Namun mengingat adanya beberapa kekhususan pada lembaga leasing ini, maka dipandang kurang memadai untuk menggunakan istilah – istilah leasing tetap digunakan untuk menggambarkan lembaga hukum baru ini.

Seperti yang telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa jika sebelumya hanya dikenal financial leasing sebagai satu – satunya bentuk kegiatan sewa guna usaha (leasing), namun diberlakukanya peraturan yang baru maka kini dikenal pula bentuk kegiatan operational leasing adalah, jika pada financial leasing penyewa guna usaha (lessee) pada akhir masa kotrak memiliki hak opsi untuk membeliu objek sewa guna usah berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama, maka pada operational leasing penyewa guna usaha (lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Disamping perbedaaan sebagaimana tersebut diatas, masih terdapat perbedaan – perbedaan lain seperti :
1.      Pada financial leasing hak milik berpindah pada saat berakhirnya masa sewa, sedangkan pada operational leasing tidak.
2.      Pada financial leasing jangka waktu sewa adalah masa produktif objek sewa, sedangkan pada operational leasing jangka waktu tersebut tidak dapat berlangsung lebih pendek.
3.      Pada financial leasing nilai pembayaran sewa minimunya adalah lebih besar atau minimal setara degan assets fair value (nilai fair assets), sementara pada operational leasing tidak demikian.
Disamping financial leasing dan operational leasing, masih terdapat bentuk – bentuk leasing lainya seperti :
a.        Sale and lease – back
Sale and lease – back adalah suatu bentuk pemberian jasa finansil dalam lessor membeli barang yang akan di lease-na dari lessee dan setelah menjadi pemilik sah barang itu, lessor kemudian me-leasenya kembali kepada lessee.
b.      Leverage lease :
Leverage lease merupakan suatu teknik pembiayaan bagi lessor, dalam mana lessor tidak menggunakan dana sendiri untuk membiayai suatu lease, tetapi meminjam sebagian atau seluruh dana yang diperlukan dari kreditur pihak ketiga, dan kreditur ini minta jaminan. Sebagai jaminan biasanya diberikan objek yang dilease dan/atau lessor melakukan cessie untuk jaminan dari semua tagihan lessor kepada lessee.
c.       Syndicate leasing :
Syndicate leasing adalah suatu bentuk leasing dalam mana beberapa perusahaan leasing bersama – sama membiayai penyediaan suatu objek leasing dan bersama – sama kemudian me lease barang yang bersangkutan kepada lessee. Dalam hubungan ini dibuat perjanjian tersendiri antara para anggota syndicate untuk mengatur cara pelaksanaan agunan – agunan jika ada, serta pembagian hasil pelaksanaan agunan.




DASAR HUKUM KEGIATAN LEASING PESAWAT UDARA
            Dalam upaya menganalisis aspek aspek hukum yang terkait dengan kegiatan leasing, peratama – tama perlu dilakukan langkah penginventarisasian terhadap dasar hukum dari leasing pesawat udara baik dalam lingkup nasional maupun international. Disamping itu, permasalahan hukum yang timbul dalam praktek leasing pesawat udara juga perlu diketahui untuk mengetahui kukum  yang hidup dalam masyarakat mengenai hal itu, yang semuanya mempunyai peranan dalam pembentuka hukumya.
            Seperti diketahui, sejak tahun 1970-an bentuk “Financial lease” telah banyak digunakan terutama dalam pembiayaan peralatan – peralatan berat, termasuk pesawat udara dan kapal laut. Dunia penerbangan khususnya di akui berada di garis depan pasar sewa guna usaha financial (“financial lease”) transnasional oleh Tom Clark dicatat adanya beberapa alas an digunakannya cara pembiayaan ini, juga untuk pesawat udara, antara lain :
1.      Lessor asing dapat menanggung resiko yang lebih besar dan memiliki akses ke pasar pembelian kembali benda – benda ini (“resale market”).
2.      Dilihat dari segi pemilikan atas peralatan, perusahaan sewa guna merasa memperoleh jaminan lebih kuat atas benda – benda yang bersangkutan dibandingkan dengan jaminan mortgage maupun bentuk jaminan lain dengan bank.
3.      Lazimnya sewa guna financial digunakan untuk menghindarkan berbagai ketentuan pembatasan impor dan ekspor atas peralatan – peralatan atau ketentuan pengawasan devisa yang ditetapkan Negara – Negara.
4.      Perusahaan international memilih bentuk sewa guna internasional agar memisahkan hak kepemilikan dan untuk mengurangi resiko politik dan konfiskasi.
5.      Para pabrikan (“manufacturer”) adakalanya dapat memperoleh keuntungan dari ketentuan subsidi ekspor yang diberikan di beberapa Negara dengan menggunakan cara pembiayaan sewa guna financial ini.
6.      Sewa guna usaha financial juga digunakan sebagai cara untuk mengatasi pembatasan pinjaman luar negeri, terutama dengan mengklasifikasikan persetujuan sewa guna sebagai “current account transaction”






Pengaturan Hukum Nasional Leasing Pesawat Udara

Ketentuan hukum nasional yang mengatur kegiatan leasing pesawat udara secara umum tunduk kepada ketentuan – ketentuan umum tentang kegiatan usaha leasing. Disamping ketentuan – ketentuan yang terdapat pada Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (Keuangan, Perdagangan dan Perindustrian) tentang izin usaha leasing tahun 1974 yang kemudian digantikan dengan keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK/013/1988 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, terdapat beberapa ketentuan lain yang relevan.

Dengan adanya berbagai paket kebijaksanaan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia, terutama Paket Desember (PAKDES) 1988 Tentang Paket kebijaksanaan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keungan, maka hal – hal yang menyangkut penghambat dalam pembangunan ekonomi, ekonomi biaya tinggi dihilangkan. Pemberian kemudahan – kemudahan di bidang usaha, pembukaan bank – bank baru telah merangsang dunia usaha untuk ekspor produk hasil Indonesia ke luar negeri. Disektor pembiayaan pun mengalami strukturisasi, terutama dibidang leasing yang menjadi semakin tertata.
Ketentuan lain mengenai lembaga pembiayaan leasing adalah Keputusan Menteri Nomor 1256/KMK.00/1988 tentang perubahan ketentuan mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga. Ketentuan – Ketentuan lainya menyangkut Pengaturan Perpajakan dalam kegiatan Lembaga pembiayaan/leasing, antara lain :
a.       Pasal 23 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 7 tahun 1983
c.       Undang – undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai.
d.      Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1988 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang – undang Nomor 8 Tahun 1983, khusus bagi kegiatan leasing istilah “jasa” diperluas pengertiannya.
e.       Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1441/KMK.04/1989 tertanggal 29 Desember 1989 tentang Perkreditan Pajak Masukan.

Meskipun telah dilakukan serangkaian pembaruan di bidang pengaturan bagi kegiatan leasing secara nasional, namun disana – sini masih terdapat beberapa kekurangan yang memerlukan penataan lebih lanjut, baik yang menyangkut bentuk pengaturan yang lebih tinggi (sekarang masih dengan keputusan Presiden) maupun yang berkaitan dengan segi akuntansinya yang berpengaruh terhadap perhitungan pajaknya.

Pengaturan Internasional terhadap Leasing Pesawat Udara

Mengingat kegiatan leasing pesawat udara lebih bersifat transnasional, maka perlu diketahui dasar hukumnya secara internasional. Dengan berkembangya kegiatan usaha leasing di berbagai Negara, maka kemudian timbul suatu kebutuhan bagi adanya aturan – aturan yang bersifat seragam dari kegiatan leasing yang diberlakukan secara international. Atas dasar kebutuhan itulah maka sejak tahun 1974 dimulai langkah perumusanya untuk dapat ditetapkan sebagai suatu konvensi. Hal itu dilakukan oleh Governing Council of UNIDROIT. Selanjutnya pada tahun 1975 dibentuk suatu kelompok kerja untuk mengkajinya lebih lanjut. Dalam kelompok ini kemudian disepakati tentang perlunya menyusun suatu aturan internasional mengenai leasing internasional ini secara seragam dalam bentuk persetujuan Sui Generis (International Uniform Rules on the  Sui Generis Type of Leasing Transaction), khususnya yang berkaitan dengan persetujuan leasing internasional tiga pihak (tripartite). Disepakati pula bahwa persetujuan “financial lease” ini tidak dianggap sebagai transaksi kredit, dan juga bukan jual beli maupun transaksi keungan, melainkan sebagai bentuk khusus sewa untuk menggunakan benda – benda tertentu yang dikecualikan adalah transaksi konsumen (‘consumer transaction”)
Sebagai hasil kelompok kerja tersebut adalah suatu “Draft Convention on international Financial Leasing with Explanatory report” yang ditetapkan di Roma pada bulan Oktober 1987 secara garis besarnya, khusus dikaitkan dengan leasing pesawat udara, draft konvensi ini mengatur tentang :
a.       Jaminan bagi Lessor terhadap hak pemilikan hukum barang yang dileased selama masa leasing.
b.      Jaminan terhadap lessee dalam bentuk pemanfaatan secara ekonomis terhadap objek leasing.
c.       Memberikan peranan yang lebih besar kepada pihak lessee guna memilih supplier dan peralatan yang akan menjadi objek leasing.
d.      Pengaturan jangka waktu leasing dengan memperhatikan amortisasi ekonomis peralatan yang bersangkutan.
e.       Memperjelas makna transaksi dalam konsep sewa guna financial (financial lease)
f.       Menetapkan unsure – unsure bentuk sewa guna Sui Generis.
g.      Mengatur tentang hak – hak kebendaan lessor dalam hubunganya dengan lessee
h.      Masalah pendaftaran hak – hak keperdataan (recordation of rights).
i.        Penetapan tentang hukum yang berlaku baik bagi benda bergerak maupun tidak bergerak.

Disamping usaha pengaturan dalam Draft Convention sebagaimana tersebut diatas, pengaturan internasional lainya yang berlaku mencakup antara lain :
1.      Konvensi Jenewa 1948 tentang “international Recognition of Rights in Aircraft” yang mencakup pengaturan, antara lain :
a.       Hak – hak kepemilikan (“property rights”)
b.      Hak – hak untuk memperoleh pesawat udara dengan pembelian di sertai penguasaaan atas pesawat udara (“rights to acquire aircraft by purchase coupled with possession of the aircraft”)
c.       Hak – hak untuk menggunakan pesawat udara berdasarkan perjanjian sewa selama 6 bulan atau lebih (“rights to use an aircraft under a lease of 6 months or more”)
d.      Mortgage, hipotek dan hak – hak sebangun lainya.
Konvensi ini telah diratifikasi oleh 51 negara dan mulai berlaku sejak 17 September 1953. Pada saat meratifikasi, chile dan Mexico mengajukan reservasi, tetapi kemudian chile menarik kembali reservasinya. Konvensi ini diformulasikan karena adanya desakan untuk melindungi kepentingan sellers (penjual) dalam rangka meningkatkan kegiatan ekspor pesawat udara ke Negara – Negara berkembang.
2.      The Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Precautionary attachment of aircraft of 1933 yang ditanda tangani di Roma ini mempunyai peranan yang penting dalam mengamankan pesawat udara dari tindakan “precautionary Attachment” pada intinya kenvensi ini menyebutkan secara rinci pesawat udara yang “not liale to attachment” disamping menunjukkan cara untuk mencegah tindakan tersebut.
3.      Convention on Unification of Certain Rules Relating to Maritime Liens and Mortgages of 1967.
Konvensi yang ditandatangani di Brussel ini meskipun khusus mengatur tentang kapal laut, namun mengandung prinsip – prinsip yang serupa dengan yang terdapat pada Convention on International Recognition of Rights in Aircraft, Jenewa 1948
Beberapa konvensi sebagaimana tersebut di atas sangat berguna dalam rangka mempelajari segenap aspek – aspek hokum yang mungkin timbul di kemudian hari sehubungan dengan semakin berkembangnya kegiatan leasing pesawat udara. Kejelasan dan kepastian hokum tentang hak dan kewajiban para pihak akan mendorong kegiatan ini, dan akan memberikan kontribusi yang besar artinya dalam meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di masing – masing Negara.

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN – PERMASALAHAN HUKUM YANG MUNGKIN TIMBUL DALAM KEGIATAN LEASING PESAWAT UDARA

Dalam usaha mengembangkan kegiatan leasing pesawat udara sebagai salah satu pilihan dalam pembiayaan pesawat udara, maka terdapatnya kejelasan hokum terhadap keseluruhan aspek yang berkaitan dengan kegiatan ini tentu akan sangat bermanfaat. Untuk itu maka dipandang perlu mengindentifikasi beberapa permasalahan hokum yang menonjol yang belum mendapatkan kejelasan/pemecahanya untuk memperoleh analisis lebih lanjut, antara lain :
1.      Masalah bentuk – bentuk leasing pesawat udara
Meskipun dalam pengadaan pesawat udara kita kenal adanya beberapa cara seperti : “conditional sales contract”, chattel mortgages” dan equipment trust financing”, tetapi dalam hal ini akan dibicarakan secara khusus tentang bentuk – bentuk leasing pesawat udara. Pada leasing pesawat udara dikenal adanya 2 bentuk, yaitu : short Term Leases and financing leases.
a.       Short Term leases :
Pada Short Term Leases, jangka waktu biasanya berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. Cara ini tidak begitu popular dalam pengadaan pesawat udara, karena kebanyakan hanya dugunakan diantara maskapai – maskapai penerbangan domestic dan hanya diguakan secara musiman pada saat lalu lintas penumpang sedang meningkat. Bentuk leasing seperti ini banyak diterapkan untuk pengadaan pesawat yang relative agak tua, khususnya untuk kepentingan maskapai – maskapai penerbangan kecil di Negara – Negara berkembang yang belum memiliki sumber keuangan yag cukup besar dalam pengadaan pesawat udara. Kadang – kadang pabrik pesawat udara juga menyewakan (to lease) pesawat – pesawatnya kepada perusahaan – perusahaan penerbangan (pengangkutan udara) untuk jangka waktu yang pendek sebagai sarana pengangkutan sementara sebelum adanya pesawat yang baru. Short term Lease ini juga sering digunakan sebagai sarana promosi dari jenis – jenis pesawat baru yang akan ditawarkan.
b.      Financing Lease :
Financing Lease merupakan bentuk lain dari leasing pesawat udara, yang kini menjadi semakin popular, khususnya untuk jangka waktu yang lebih lama/panjang. Dengan cara ini maka pihak pengangkut  (“air carrier”) sebagai lessee akan dapat menggunakan pesawat udara minimal selama usia efektif dari pesawat udara itu sendiri. Dilain pihak investor – lessor akan memperoleh kembali apa yang telah diinvestasikannya, termasuk keuntungan yang diharapkan. Kegiatan financing lease dapat dilakukan dengan 2 cara :
1)      Single Investor Lease
Pada tipe leasing ini, investor memperoleh pesawat tersebut secara langsung atau melalui suatu “trustee” menerima semua biaya sewa serta keuntungan dari “the investment tax credit and accelerated depreciation tax” demikian pula nilai sisa yang berkaitan dengan pemilikan atas pesawat udara tersebut untuk kepentingan pajak maka lessee akan memotong/mengurangi pembayaran sewa, sedangkan untuk kepentingan perhitugan finansill biasanya lessee akan memilih untuk memperlakukanya sebagai “operating lease”, sebaliknya lessor akan menganggapnya sebagai “direct” atau “sales lease”. Hal itu tentu saja tergantung dari kontrak yang mereka buat.
2)      Leveraged leased
Atas dasar “Leveraged Leased” pemilik trustee memperoleh pesawar tersebut dengan cara :
a)      “Equity investment” yang dilakukan oleh peserta pemilik 20% atau lebih biaya peralatan, atau,
b)      “non-recourse debt” untuk keseimbangan neraca biaya peralatan yang dibuktikan oleh adanya sertifikat “loan or equipment trust” yang dikeluarkan oleh “loan participants” baik melalui penawaran pribadi atau penawaran umum.
“lease rate” efektif bagi pengangkut pada suatu kontrak “leveraged lease” biasanya lebih sedikit jumlahnya daripada atas dasar “ingle investor lease”, karena :
a)      Resiko investasi peserta pemilik lebih kecil, khususnya dalam kaitan dengan keuntungan pajak dan nilai sisa pesawat udara, apabila hal itu dibandingkan dengan investasi yang dilakukan oleh investor dalam suatu “single investor lease”
b)      Porsi hutang investasi menunjang tingkat bunga yang lebih rendah karena posisi jaminan diprioritaskan yang dimilikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar