Pengertian batasan dan
macam – macam leasing
Sebelum kita melangkah pada
pembahasan aspek – aspek hukum pada leasing pesawat udara, ada baiknya
diberikan suatu pengantar ringkas mengenai pengertian, batasan dan mcam – macam leasing. Pemahaman
akan hal – hal tersebut akan memudahkan upaya pembahasan selanjutnya.
Menurut SK bersama
Menteri keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor KEP-122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/1974 dan Nomor 30/Kpb/I/74
tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, leasing diartikan
sebagai berikut :
“leasing ialah setiap kegiatan
pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal utuk
digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan
pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan
tersebut umtuk membeli barang – barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati.”
Dari pengertian leasing sebagaimana
tersebut diatas, ada beberapa unsure dalam kegiatan leasing, yaitu :
1. Adanya
suatu kegiatan pembiayaan berupa penyediaan barang – barang modal.
2. Adanya
suatu jangka waktu tertentu (umumnya tidak melebihi jangka waktu produktif
barang modal tersebut)
3. Adanya
suatu pembayaran berkala.
4. Adanya
hak pilih (optie) pada lessee untuk membeli barang modal tersebut atau
memperpanjang jangka waktu leasing dengan nilai sisa yang disepakati bersama.
Dari unsure – unsure dalam pengertian
leasing sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada
hakekatnya leasing merupakan suatu suatu bentuk khusus dari sewa – menyewa.
Namun mengingat adanya beberapa kekhususan pada lembaga leasing ini, maka
dipandang kurang memadai untuk menggunakan istilah – istilah leasing tetap
digunakan untuk menggambarkan lembaga hukum baru ini.
Seperti yang telah
dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa jika sebelumya hanya dikenal
financial leasing sebagai satu – satunya bentuk kegiatan sewa guna usaha (leasing),
namun diberlakukanya peraturan yang baru maka kini dikenal pula bentuk kegiatan
operational leasing adalah, jika pada financial leasing penyewa guna usaha
(lessee) pada akhir masa kotrak memiliki hak opsi untuk membeliu objek sewa
guna usah berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama, maka pada operational
leasing penyewa guna usaha (lessee) tidak mempunyai hak opsi untuk membeli
objek sewa guna usaha.
Disamping perbedaaan
sebagaimana tersebut diatas, masih terdapat perbedaan – perbedaan lain seperti
:
1. Pada
financial leasing hak milik berpindah pada saat berakhirnya masa sewa,
sedangkan pada operational leasing tidak.
2. Pada
financial leasing jangka waktu sewa adalah masa produktif objek sewa, sedangkan
pada operational leasing jangka waktu tersebut tidak dapat berlangsung lebih
pendek.
3. Pada
financial leasing nilai pembayaran sewa minimunya adalah lebih besar atau
minimal setara degan assets fair value (nilai fair assets), sementara pada
operational leasing tidak demikian.
Disamping financial leasing dan
operational leasing, masih terdapat bentuk – bentuk leasing lainya seperti :
a. Sale and lease – back
Sale and lease – back adalah suatu
bentuk pemberian jasa finansil dalam lessor membeli barang yang akan di
lease-na dari lessee dan setelah menjadi pemilik sah barang itu, lessor
kemudian me-leasenya kembali kepada lessee.
b. Leverage
lease :
Leverage lease merupakan suatu
teknik pembiayaan bagi lessor, dalam mana lessor tidak menggunakan dana sendiri
untuk membiayai suatu lease, tetapi meminjam sebagian atau seluruh dana yang
diperlukan dari kreditur pihak ketiga, dan kreditur ini minta jaminan. Sebagai
jaminan biasanya diberikan objek yang dilease dan/atau lessor melakukan cessie
untuk jaminan dari semua tagihan lessor kepada lessee.
c. Syndicate
leasing :
Syndicate leasing adalah suatu
bentuk leasing dalam mana beberapa perusahaan leasing bersama – sama membiayai
penyediaan suatu objek leasing dan bersama – sama kemudian me lease barang yang
bersangkutan kepada lessee. Dalam hubungan ini dibuat perjanjian tersendiri
antara para anggota syndicate untuk mengatur cara pelaksanaan agunan – agunan
jika ada, serta pembagian hasil pelaksanaan agunan.
DASAR
HUKUM KEGIATAN LEASING PESAWAT UDARA
Dalam
upaya menganalisis aspek aspek hukum yang terkait dengan kegiatan leasing, peratama
– tama perlu dilakukan langkah penginventarisasian terhadap dasar hukum dari
leasing pesawat udara baik dalam lingkup nasional maupun international.
Disamping itu, permasalahan hukum yang timbul dalam praktek leasing pesawat
udara juga perlu diketahui untuk mengetahui kukum yang hidup dalam masyarakat mengenai hal itu,
yang semuanya mempunyai peranan dalam pembentuka hukumya.
Seperti
diketahui, sejak tahun 1970-an bentuk “Financial lease” telah banyak digunakan
terutama dalam pembiayaan peralatan – peralatan berat, termasuk pesawat udara
dan kapal laut. Dunia penerbangan khususnya di akui berada di garis depan pasar
sewa guna usaha financial (“financial lease”) transnasional oleh Tom Clark
dicatat adanya beberapa alas an digunakannya cara pembiayaan ini, juga untuk
pesawat udara, antara lain :
1. Lessor
asing dapat menanggung resiko yang lebih besar dan memiliki akses ke pasar
pembelian kembali benda – benda ini (“resale market”).
2. Dilihat
dari segi pemilikan atas peralatan, perusahaan sewa guna merasa memperoleh
jaminan lebih kuat atas benda – benda yang bersangkutan dibandingkan dengan
jaminan mortgage maupun bentuk jaminan lain dengan bank.
3. Lazimnya
sewa guna financial digunakan untuk menghindarkan berbagai ketentuan pembatasan
impor dan ekspor atas peralatan – peralatan atau ketentuan pengawasan devisa
yang ditetapkan Negara – Negara.
4. Perusahaan
international memilih bentuk sewa guna internasional agar memisahkan hak
kepemilikan dan untuk mengurangi resiko politik dan konfiskasi.
5. Para
pabrikan (“manufacturer”) adakalanya dapat memperoleh keuntungan dari ketentuan
subsidi ekspor yang diberikan di beberapa Negara dengan menggunakan cara
pembiayaan sewa guna financial ini.
6. Sewa
guna usaha financial juga digunakan sebagai cara untuk mengatasi pembatasan
pinjaman luar negeri, terutama dengan mengklasifikasikan persetujuan sewa guna
sebagai “current account transaction”
Pengaturan
Hukum Nasional Leasing Pesawat Udara
Ketentuan hukum
nasional yang mengatur kegiatan leasing pesawat udara secara umum tunduk kepada
ketentuan – ketentuan umum tentang kegiatan usaha leasing. Disamping ketentuan
– ketentuan yang terdapat pada Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (Keuangan, Perdagangan
dan Perindustrian) tentang izin usaha leasing tahun 1974 yang kemudian
digantikan dengan keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK/013/1988 tentang
Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, terdapat beberapa ketentuan
lain yang relevan.
Dengan adanya berbagai
paket kebijaksanaan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Republik
Indonesia, terutama Paket Desember (PAKDES) 1988 Tentang Paket kebijaksanaan
Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keungan, maka hal – hal yang menyangkut
penghambat dalam pembangunan ekonomi, ekonomi biaya tinggi dihilangkan.
Pemberian kemudahan – kemudahan di bidang usaha, pembukaan bank – bank baru
telah merangsang dunia usaha untuk ekspor produk hasil Indonesia ke luar
negeri. Disektor pembiayaan pun mengalami strukturisasi, terutama dibidang
leasing yang menjadi semakin tertata.
Ketentuan lain mengenai
lembaga pembiayaan leasing adalah Keputusan Menteri Nomor 1256/KMK.00/1988
tentang perubahan ketentuan mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga.
Ketentuan – Ketentuan lainya menyangkut Pengaturan Perpajakan dalam kegiatan
Lembaga pembiayaan/leasing, antara lain :
a. Pasal
23 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
b. Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang
Nomor 7 tahun 1983
c. Undang
– undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai.
d. Peraturan
Pemerintah nomor 28 tahun 1988 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang – undang Nomor
8 Tahun 1983, khusus bagi kegiatan leasing istilah “jasa” diperluas
pengertiannya.
e. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 1441/KMK.04/1989 tertanggal 29 Desember 1989 tentang
Perkreditan Pajak Masukan.
Meskipun telah dilakukan serangkaian
pembaruan di bidang pengaturan bagi kegiatan leasing secara nasional, namun
disana – sini masih terdapat beberapa kekurangan yang memerlukan penataan lebih
lanjut, baik yang menyangkut bentuk pengaturan yang lebih tinggi (sekarang
masih dengan keputusan Presiden) maupun yang berkaitan dengan segi akuntansinya
yang berpengaruh terhadap perhitungan pajaknya.
Pengaturan
Internasional terhadap Leasing Pesawat Udara
Mengingat kegiatan
leasing pesawat udara lebih bersifat transnasional, maka perlu diketahui dasar
hukumnya secara internasional. Dengan berkembangya kegiatan usaha leasing di
berbagai Negara, maka kemudian timbul suatu kebutuhan bagi adanya aturan –
aturan yang bersifat seragam dari kegiatan leasing yang diberlakukan secara
international. Atas dasar kebutuhan itulah maka sejak tahun 1974 dimulai
langkah perumusanya untuk dapat ditetapkan sebagai suatu konvensi. Hal itu
dilakukan oleh Governing Council of UNIDROIT. Selanjutnya pada tahun 1975 dibentuk
suatu kelompok kerja untuk mengkajinya lebih lanjut. Dalam kelompok ini
kemudian disepakati tentang perlunya menyusun suatu aturan internasional
mengenai leasing internasional ini secara seragam dalam bentuk persetujuan Sui
Generis (International Uniform Rules on the
Sui Generis Type of Leasing Transaction), khususnya yang berkaitan
dengan persetujuan leasing internasional tiga pihak (tripartite). Disepakati
pula bahwa persetujuan “financial lease” ini tidak dianggap sebagai transaksi
kredit, dan juga bukan jual beli maupun transaksi keungan, melainkan sebagai
bentuk khusus sewa untuk menggunakan benda – benda tertentu yang dikecualikan
adalah transaksi konsumen (‘consumer transaction”)
Sebagai hasil kelompok
kerja tersebut adalah suatu “Draft Convention on international Financial
Leasing with Explanatory report” yang ditetapkan di Roma pada bulan Oktober
1987 secara garis besarnya, khusus dikaitkan dengan leasing pesawat udara,
draft konvensi ini mengatur tentang :
a. Jaminan
bagi Lessor terhadap hak pemilikan hukum barang yang dileased selama masa
leasing.
b. Jaminan
terhadap lessee dalam bentuk pemanfaatan secara ekonomis terhadap objek
leasing.
c. Memberikan
peranan yang lebih besar kepada pihak lessee guna memilih supplier dan peralatan
yang akan menjadi objek leasing.
d. Pengaturan
jangka waktu leasing dengan memperhatikan amortisasi ekonomis peralatan yang
bersangkutan.
e. Memperjelas
makna transaksi dalam konsep sewa guna financial (financial lease)
f. Menetapkan
unsure – unsure bentuk sewa guna Sui Generis.
g. Mengatur
tentang hak – hak kebendaan lessor dalam hubunganya dengan lessee
h. Masalah
pendaftaran hak – hak keperdataan (recordation of rights).
i.
Penetapan tentang hukum yang berlaku
baik bagi benda bergerak maupun tidak bergerak.
Disamping usaha pengaturan dalam Draft Convention
sebagaimana tersebut diatas, pengaturan internasional lainya yang berlaku
mencakup antara lain :
1. Konvensi
Jenewa 1948 tentang “international Recognition of Rights in Aircraft” yang
mencakup pengaturan, antara lain :
a.
Hak – hak kepemilikan (“property
rights”)
b.
Hak – hak untuk memperoleh pesawat udara
dengan pembelian di sertai penguasaaan atas pesawat udara (“rights to acquire
aircraft by purchase coupled with possession of the aircraft”)
c.
Hak – hak untuk menggunakan pesawat
udara berdasarkan perjanjian sewa selama 6 bulan atau lebih (“rights to use an
aircraft under a lease of 6 months or more”)
d.
Mortgage, hipotek dan hak – hak sebangun
lainya.
Konvensi
ini telah diratifikasi oleh 51 negara dan mulai berlaku sejak 17 September
1953. Pada saat meratifikasi, chile dan Mexico mengajukan reservasi, tetapi
kemudian chile menarik kembali reservasinya. Konvensi ini diformulasikan karena
adanya desakan untuk melindungi kepentingan sellers (penjual) dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekspor pesawat udara ke Negara – Negara berkembang.
2. The
Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Precautionary
attachment of aircraft of 1933 yang ditanda tangani di Roma ini mempunyai
peranan yang penting dalam mengamankan pesawat udara dari tindakan
“precautionary Attachment” pada intinya kenvensi ini menyebutkan secara rinci
pesawat udara yang “not liale to attachment” disamping menunjukkan cara untuk
mencegah tindakan tersebut.
3. Convention
on Unification of Certain Rules Relating to Maritime Liens and Mortgages of
1967.
Konvensi yang ditandatangani di
Brussel ini meskipun khusus mengatur tentang kapal laut, namun mengandung
prinsip – prinsip yang serupa dengan yang terdapat pada Convention on
International Recognition of Rights in Aircraft, Jenewa 1948
Beberapa konvensi sebagaimana tersebut
di atas sangat berguna dalam rangka mempelajari segenap aspek – aspek hokum
yang mungkin timbul di kemudian hari sehubungan dengan semakin berkembangnya
kegiatan leasing pesawat udara. Kejelasan dan kepastian hokum tentang hak dan
kewajiban para pihak akan mendorong kegiatan ini, dan akan memberikan
kontribusi yang besar artinya dalam meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi di masing – masing Negara.
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS TERHADAP
PERMASALAHAN – PERMASALAHAN HUKUM YANG MUNGKIN TIMBUL DALAM KEGIATAN LEASING
PESAWAT UDARA
Dalam usaha mengembangkan kegiatan
leasing pesawat udara sebagai salah satu pilihan dalam pembiayaan pesawat
udara, maka terdapatnya kejelasan hokum terhadap keseluruhan aspek yang
berkaitan dengan kegiatan ini tentu akan sangat bermanfaat. Untuk itu maka
dipandang perlu mengindentifikasi beberapa permasalahan hokum yang menonjol
yang belum mendapatkan kejelasan/pemecahanya untuk memperoleh analisis lebih
lanjut, antara lain :
1. Masalah
bentuk – bentuk leasing pesawat udara
Meskipun dalam pengadaan pesawat
udara kita kenal adanya beberapa cara seperti : “conditional sales contract”,
chattel mortgages” dan equipment trust financing”, tetapi dalam hal ini akan
dibicarakan secara khusus tentang bentuk – bentuk leasing pesawat udara. Pada
leasing pesawat udara dikenal adanya 2 bentuk, yaitu : short Term Leases and
financing leases.
a.
Short Term leases :
Pada
Short Term Leases, jangka waktu biasanya berkisar antara beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Cara ini tidak begitu popular dalam pengadaan pesawat udara,
karena kebanyakan hanya dugunakan diantara maskapai – maskapai penerbangan
domestic dan hanya diguakan secara musiman pada saat lalu lintas penumpang
sedang meningkat. Bentuk leasing seperti ini banyak diterapkan untuk pengadaan
pesawat yang relative agak tua, khususnya untuk kepentingan maskapai – maskapai
penerbangan kecil di Negara – Negara berkembang yang belum memiliki sumber
keuangan yag cukup besar dalam pengadaan pesawat udara. Kadang – kadang pabrik
pesawat udara juga menyewakan (to lease) pesawat – pesawatnya kepada perusahaan
– perusahaan penerbangan (pengangkutan udara) untuk jangka waktu yang pendek
sebagai sarana pengangkutan sementara sebelum adanya pesawat yang baru. Short
term Lease ini juga sering digunakan sebagai sarana promosi dari jenis – jenis
pesawat baru yang akan ditawarkan.
b.
Financing Lease :
Financing
Lease merupakan bentuk lain dari leasing pesawat udara, yang kini menjadi
semakin popular, khususnya untuk jangka waktu yang lebih lama/panjang. Dengan cara
ini maka pihak pengangkut (“air
carrier”) sebagai lessee akan dapat menggunakan pesawat udara minimal selama
usia efektif dari pesawat udara itu sendiri. Dilain pihak investor – lessor
akan memperoleh kembali apa yang telah diinvestasikannya, termasuk keuntungan
yang diharapkan. Kegiatan financing lease dapat dilakukan dengan 2 cara :
1) Single
Investor Lease
Pada tipe leasing ini, investor
memperoleh pesawat tersebut secara langsung atau melalui suatu “trustee”
menerima semua biaya sewa serta keuntungan dari “the investment tax credit and
accelerated depreciation tax” demikian pula nilai sisa yang berkaitan dengan
pemilikan atas pesawat udara tersebut untuk kepentingan pajak maka lessee akan
memotong/mengurangi pembayaran sewa, sedangkan untuk kepentingan perhitugan
finansill biasanya lessee akan memilih untuk memperlakukanya sebagai “operating
lease”, sebaliknya lessor akan menganggapnya sebagai “direct” atau “sales
lease”. Hal itu tentu saja tergantung dari kontrak yang mereka buat.
2) Leveraged
leased
Atas dasar “Leveraged Leased”
pemilik trustee memperoleh pesawar tersebut dengan cara :
a) “Equity
investment” yang dilakukan oleh peserta pemilik 20% atau lebih biaya peralatan,
atau,
b) “non-recourse
debt” untuk keseimbangan neraca biaya peralatan yang dibuktikan oleh adanya
sertifikat “loan or equipment trust” yang dikeluarkan oleh “loan participants”
baik melalui penawaran pribadi atau penawaran umum.
“lease
rate” efektif bagi pengangkut pada suatu kontrak “leveraged lease” biasanya
lebih sedikit jumlahnya daripada atas dasar “ingle investor lease”, karena :
a) Resiko
investasi peserta pemilik lebih kecil, khususnya dalam kaitan dengan keuntungan
pajak dan nilai sisa pesawat udara, apabila hal itu dibandingkan dengan
investasi yang dilakukan oleh investor dalam suatu “single investor lease”
b) Porsi
hutang investasi menunjang tingkat bunga yang lebih rendah karena posisi
jaminan diprioritaskan yang dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar